HAKIKAT
Anjuran
Dalam pengajian Ilmu Hakikat adalah dilarang sama sekali
mendatangi dan juga pengetahuan ini di sampaikan kepada ulama syariat dan
dinasihatkan supaya bertanya, berguru pada ahli hakikat lagi makrifat lagi
mursyid. Jangan sesekali bilang sesat niscaya sesat itu akan kembali pada diri
sendiri yang mengatakan.
Selain dari cara syariaat dan cara tarekat, terdapat satu
lagi untuk memendekatkan hubungan antara hamba dan tuhannya yaitu cara
hakikat.Cara hakikat merupakan cara yang ketiga yaitu satu cara mendalami ilmu
hakikat dengan menyelami dan mengenali diri sendiri, yang merupakan satu – satu
jalan yang di lalui oleh wali – wali Allah, arif bi Allah.
Mereka yang menjalani pengajian ilmu hakiki ini akan
berikhtiar dengan tekun dan tabah untuk mendekatkan hubungan dirinya dengan
Allah s.w.t., dengan cara membongkar, menyeliki dan menyaksikan diri sendiri
yaitu diri rahasia yang ditanggung oleh dirinya dan berusaha untuk membentuk
dirinya menjadi kamil-mukammil.
Bagi mereka yang ingin melalui cara hakiki ini dinasihatkan
terlebih dahulu melalui cara tarukat (menanggalkan), thuruqat (menapak) dan
berhasil pula membersihkan dirinya dari dari segala bentuk syirik “shaghir”,
syirik “khafy” dan dan syirik “jaly”. Mereka hendaklah menjalani perguruan
dengan guru – guru hakikat dan makrifat serta mursyid yang mempunyai
pengetahuan yang luas serta mencapai pula ke tahap martabatnya. Untuk
pengetahuan lebih jelas silakan bertanya pada guru-guru makrifat lagi mursyid.
Orang – orang hakiki yang sampai pada martabatnya bukan saja
mulia di sisi Allah malah mendapat pula kemuliannya di tengah masyarakat.
Adalah perlu ditegaskan di sini tujuan akhir pengajian HAKIKAT adalah untuk
megembalikan diri Asal Mu Mula Allah yaitu pada Lahir dan Batin yakni pada diri
lahir dan diri batin pada martabat kemuliaan insan kamil mukammil. Tiada
sesuatu pun pada dirinya kecuali Allah semata-mata. Dan balikmu semula Allah.
Untuk itu pengajian hakikat ini mestilah ada kesinambungan
dengan pengajian makrifat. Sesungguhnya kata hakikat dan makrifat dua perkataan
yang tidak boleh di pisahkan.
1.MARTABAT TUJUH
Dalam mengistilahkan Alam Tujuh atau Martabat Tujuh ini, ia
tidak lepas dari istilah “Asal Mu Mula Balik Semula Pada Tuhan”, ini di
sandarkan pada firman-Nya yang berbunyi: “Inna lillah wa inna ilayh raji’un.”
Jatuh hujunnya Asal Mu Allah Balik Mu semula Allah.
Oleh itu, di sini dua aspek utama dibahaskan;
1.Asal kejadian manusia yang dinyatakan melalui penjelasan
pada Martabat Tujuh Atau Martabat Alam Insan.
2. Balik Mu semula Allah yaitu menerangkan persiapan untuk
menyerah atau mengembalikan diri rahasia yang di kandung oleh jasad sebagaimana
asalnya suci bersih.
Diri Empunya Diri mentajallykan dirinya dari satu martabat ke
satu martabat atau dari satu alam ke satu satu alam. Dalam kita memperkatakan
alam atau Martabat Tujuh atau Martabat Alam Insan yang dikenali juga Martabat
Tujuh, terkandung di dalam Surah Al-Ikhlas, di dalam Al Quran yaitu dalam
menyatakan tentang kewujudan Allah yang menjadi diri rahasia kepada manusia itu
sendiri dan membahas proses penwujudan Allah untuk diterima oleh manusia
sebagai diri rahasianya.
Proses pemindahan atau Tajally Dzat Allah s.w.t bermula dari
alam ghayb al-ghuyyub, terbentuk diri lahir dan diri batin manusia ketika ia
mulai bernafas di dalam kandungan ibu kemudian lahir ke dunia yaitu karena pada
martabat ghayb al-ghuyyub adalah merupakan martabat manusia yang paling tingggi
dan suci. Inilah martabat yang benar-benar diridlai oleh Allah s.w.t.
Diri manusia pada martabat “Insan Kamil” adalah sebatang diri
yang suci mutlak pada lahir dan batin, tiada cacat celanya dengan Allah s.w.t.
yaitu Tuan Empunya Rahasia. Lantaran itu, Rasul Allah s.a.w pernah menegaskan
dalam sabdanya, bahwa kelahiran seseorang kanak-kanak itu dalam keadaan yang
suci, tetapi yang mencorakkannya menjadi kotor adalah ibu-bapaknya.
Jadi ibu-bapaklah yang mencorakkan sehingga kanak-kanak kotor
termasuk masyarakatnya, bangsanya dan juga negaranya sekaligus dengan manusia
itu sendiri hanyut mengikut gelombang godaan hidupnya di dunia ini.
Oleh sebab itu adalah menjadi tanggungjawab seorang manusia
yang ingin kembali menuju jalan kesucian dan makrifat kepada tuhannya,
selayaknyalah dia mengembalikan dirinya ke suatu tahap yang dikenali “Kamil
Al-Kamil” atau di namakan tahap Martabat Alam Insan.
Dalam membahas tingkatan atau martabat pentajallyan Allah
Tuan Yang Empunya Diri yang menjadi rahasia manusia ianya melalui tujuh
tingkatan. Tingkatan tersebut secara umumnya sebagai berikut:
1. Ahadah -Alam Lahut -Martabat Dzat
2. Wahdah-Alam Jabarut – Martabat Sifat
3. Wahdiah-Alam Wahdiah – Martabat Asma
4. Alam Ruh-Alam Malakut -Martabat Afaal
5. Alam Mitsal – Alam Bapa
6. Alam Ajsam- Alam Ibu
7. Alam Insan – Alam Nyata
AL-IKHLAS (1-7)
1.MARTABAT TUJUH
1.1 ALAM AHDAH
Pada pembahasan alam ghayb al-ghuyyub yaitu pada martabat
Ahdah di mana belum ada sifat, belum ada ada asma’, belum ada afa’al dan belum
ada apa-apa lagi yaitu pada martabat la ta’yin, Dzat Al-Haqq telah menegaskan
untuk memperkenalkan Diri-Nya dan untuk diberi tanggungjawab ini kepada manusia
dan di tajallykanNya DiriNya dari satu peringkat ke peringkat sampai lahirnya
manusia berbadan ruhani dan jasmani.
Adapun martabat Ahdah ini terkandung ia di dalam Al-Ikhlas
pada ayat pertama: Qul huw Allah Ahad, yaitu Sa (Esa-Satu) pada Dzat
semata-mata dan inilah dinamakan martabat Dzat. Pada martabat ini diri Empunya
Diri (Dzat Al-Haqq) Tuhan Rabb Al-Jalal adalah dengan dia semata-mata yaitu
dinamakan juga Diri Sendiri. Tidak ada permulaan dan tiada akhirnya yaitu Wujud
Hakiki lagi qadim.
Pada masa ini tida shifat, tiada asma’ dan tida afa’al dan
tiada apa-apa pun kecuali Dzat Mutlak semata-mata. Maka berdirilah Dzat itu
dengan Dia semata-mata. Dalam keadaan ini dinamakan ‘Ayn Al-Kafur dan diri dzat
dinamakan Ahdah jua atau dinamakan KUNH DZAT.
1.2 ALAM WAHDAH
Alam Wahdah merupakan peringkat kedua dalam proses
pentajallyan. Diri Empunya Diri telah mentajallykan diri ke suatu martabat
sifat yaitu “La ta’yin tsani”, pengungkapan nyata yang pertama atau disebut
juga martabat noktah mutlak yaitu ada permulaannyan.
Martabat ini dinamakan martabat noktah mutlak atau disebut
juga Sifat Muhammadiyah. Martabat ini juga dinamakan martabat Martabat Wahdah,
terkandung pada ayat “Allah Al-Shomad” yaitu tempat Dzat Allah tiada
terselindung sedikit pun meliputi 7 petala langit dan 7 lapis bumi.
Pada peringkat ini Dzat Allah Ta’ala mulai bersifat.
Sifat-Nya itu adalah sifat batin jauh dari nyata. Dapat diumpamakan sepohon
pokok besar yang subur yang masih di dalam dalam biji, tetapi ia telah wujud,
tidak nyata, tetapi nyata sebab itulah ia dinamakan Tsabit Nyata Pertama atau
martabat la ta’yin awwal yaitu keadaan nyata tetapi tidak nyata (wujud pada
Allah) tetapi tidak lahir.
Pada peringkat ini Tuan Empunya Diri tidak lagi Berasma’ dan
di peringkat ini terkumpul Dzat Mutlak dan sifat batin. Di saat ini tidaklah
berbau, belum ada rasa, belum nyata di dalam nyata yaitu di dalam keadaan yang
dikenal dengan istilah Ruh Idlafy. Pada peringkat ini sebenarnya pada Hakiki
Sifat. (Kesempurnaan sifat) Dzat Al-Haqq yang ditajallykannya itu telah
sempurna cukup lengkap segala-gala. Masih terhimpun dan tersembunyi di samping
telah lahir pada hakikinya.
1.3 ALAM WAHDIAH
Pada peringkat ketiga, setelah tajally Diri-Nya pada
peringkat “la ta’yin awwal”, maka Empunya Diri kepada Diri rahasia manusia ini,
mentajallykan pula diri-Nya ke satu martabat Asma’ yakni pada martabat segala
nama dan dinamakan martabat: Muhammad Munfashal, yaitu keadaan terhimpun lagi
bercerai – cerai atau dinamakan “Hakikat Insan.”
Martabat ini terkandung dalam “lam yalid” yaitu sifat qadim
lagi baqa’, tatkala menilik wujud Allah. Pada martabat ini keadaan tubuh diri
rahasia telah terhimpun pada hakikinya Dzat, sifat batin dan asma batin. Apa
yang dikatakan berhimpun lagi bercerai-cerai karena pada peringkat ini sudah dapat
di tentukan jenis masing-masing, tetapi belum lahir, masih di dalam Ilmu Allah,
yaitu dalam keadaan “’Ayn Tsabitah”. Artinya sesuatu keadaan yang tetap dalam
rahasia Allah, belum terlahir, malah untuk mencium baunya pun belum dapat lagi.
Martabat ini dinamakan juga wujud idlofy dan martabat wujud ‘amm karena wujud
di dalam sekalian jenis dan wujudnya bersandarkan pada Dzat Allah Dan Ilmu
Allah.
Pada peringkat ini juga telah terbentuk diri rahasia Allah
dalam hakiki dan dalam batin, boleh dikatakan ruh di dalam ruh. Dinyatakan
Nyata tetapi Tetap Tidak Nyata.
1.4 ALAM RUH
Pada peringkat keempat di dalam Empunya Diri, Dia menyatakan,
mengolahkan diri-Nya untuk membentuk satu batang tubuh halus yang dinamaka ruh.
Jadi pada peringkat ini dinamakan Martabat Ruh pada Alam Ruh. Tubuh ini
merupakan tubuh batin hakiki manusia dimana batin ini sudah nyata Dzat, Shifat
dan Afa’alnya. Diri yang sempurna, cukup lengkap seluruh anggota-anggota
batinnya, tida cacat, tiada cela. Keadaan ini dinamakan Alam Kharijah yaitu nyata
lagi lahir pada hakiki dari Ilmu Allah. Tubuh ini dinamakan ia “Jisim Lathif”
yaitu satu batang tubuh yang liut lagi halus. Dia tidak mengalami cacat cela
dan tidak mengalami suka, duka, sakit, menangis, asyik dan hancur binasa.
Inilah yang dinamakan “Khalidat Allah”.
Martabat ini terkandung di dalam “walam yulad”. Dan
berdirilah ia dengan diri tajally Allah dan hiduplah ia buat selama-lamanya.
Inilah yang dinamakan keadaan Tubuh Hakikat Insan yang mempunyai awal tiada
kesudahannya, dialah yang sebenarnyanya dinamakan Diri Nyata Hakiki Rahasia
Allah dalam Diri Manusia.
1.5 ALAM MITSAL
Alam Mitsal adalah peringkat ke lima dalam proses
pentajallyan Empunya Diri dalam menyatakan rahasia diriNya untuk ditanggung
oleh manusia untuk menyatakan diri-Nya. Allah w.w.t. terus menyatakan diri-Nya
melalui diri rahasia-Nya dengan lebih nyata dengan membawa diri rahasia-Nya
untuk dikandung pula oleh bapak yaitu dinamakan Alam Mitsal.
Untuk menjelaskan lagi Alam Mitsal ini adalah dimana unsur
ruhani yaitu diri rahasia Allah belum bercamtum dengan badan kebendaan. Alam
mitsal jenis ini berada di Alam Malakut. Ia merupakan peralihan dari alam Arwah
(alam ruh) menuju ke alam nasut maka itu dinamakan ia Alam Mitsal dimana proses
peryataan ini, pewujudan Allah pada martabat ini belum lahir, tetapi nyata
dalam tidak nyata.
Diri rahasia Allah pada martabat Wujud Allah ini mulai di
tajallykan kepada ubun-ubun bapak, yaitu pemindahan dari alam ruh ke alam Bapak
(mitsal).
Alam Mitsal ini terkandung ia di dalam “walam yakun “, yaitu
dalam keadaan tidak bisa dibagaikan. Dan seterusnya menjadi “di”: “wadi”,
“mani” yang kemudian disalurkan ke satu tempat yang berbaur diantara diri
rahasia batin (ruh) dengan diri kasar Hakiki di dalam tempat yang dinamakan
rahim ibu. Maka terbentuklah apa yang di katakan “Manikam” ketika berlakunya
bersetubuhan diantara laki-laki dengan perempuan (Ibu dan Bapak).
Perlu diingat, tubuh rahasia pada masa ini tetap hidup
sebagaimana awalnya tetapi di dalam keadaan rupa yang elok dan tidak binasa dan
belum lagi lahir. Dan ia tetap hidup tidak mengenal ia akan mati.
1.6 ALAM AJSAM
Pada peringkat keenam, selepas saja rahasia diri Allah pada
Alam Mitsal yang dikandung oleh bapak, maka berpindah pula diri rahasia ini
melalui “Mani” bapak ke dalam rahim Ibu dan ini dinamakan Alam Ajsam.
Martabat ini dinamakan martabat “Inssan Kamil” yaitu batang
diri rahasia Allah telah dikamilkan dengan kata diri manusia, dan akhirnya ia
menjadi “Kamil Al-Kamil”. Yaitu menjadi satu pada lahirnya kedua-dua badan
ruhani dan jasmani. Kemudian lahirlah seoarang insan melalui faraj ibu.
Sesungguhnya martabat kanak-kanak yang baru dilahirkan itu adalah yang paling
suci yang dinamakan “Insan Kamil”. Martabat ini terkandung ia di dalam “lahu
kufuwan” yaitu bersekutu dalam keadaan “Kamil Al-Kamil” dan nyawa pun di
masukkan dalam tubuh manusia.
Selepas cukup tempuh dan masanya dan diri rahasia Allah yang
menjadi “Kamil Al-Kamil” itu dilahirkan dari perut ibunya, maka disaat ini
sampailah ia pada Martabat Alam Insan.
1.7 ALAM INSAN
Alam ketujuh yaitu alam Insan, ini terkandung ia di dalam
“Ahad” yaitu Sa (Esa-Satu). Di dalam keadaan ini, maka berkumpullah seluruh
proses pewujudan dan peryataan diri rahasia Allah s.w.t. di dalam tubuh badan
insan yang mulai bernafas dan dilahirkan ke alam maya yang fana ini. Maka alam
insan ini dapat dikatakan satu alam yang terkumpul seluruh proses pentajallyan
diri rahasia Allah dan pengumpulan seluruh alam-alam yang ditempuhi dari satu
peringkat ke satu peringkat dan dari satu martbat ke satu martabat.
Oleh karena ia merupakan satu perkumpulan seluruh alam-alam
lain, maka mulai alam maya yang fana ini, bermulalah tugas manusia untuk
menggembalikan balik diri rahasia Allah itu kepada Tuan Empunya Diri. Proses
penyerahan kembali rahasia Allah ini hendaklah bermulah dari alam maya ini
lantaran itu persiapan untuk balik kembali asalnya mula kembalimu semula
hendaklah disegerakan tanpa berlengah-lengah lagi.
2.TUJUAN MARTABAT ALAM INSAN
1. Ada pun tujuan utama pengkajian dan keyakinan Martabat
Alam Insan ini;
2. Bertujuan memahami dan memegang satu keyakinan Mutlak
bahwa diri kita ini sebenar – benarnya bukanlah diri kita, tetapi kembalikan
semula asalnya Tuhan.
3. Dengan kata lain untuk memperpanjangkan kajian, kita juga
dapat mengetahui pada hakikatnya dari mana asal mula diri kita sebenarnya
hinggalah kita lahir di alam maya ini.
4. Dalam pada itu dapat pula kita mengetahui pada hakikatnya
kemana diri kita harus kembali.
5. Apakah tujuan sebenar diri kita di lahirkan.
6. Dalam memperkatakan Martabat Alam Insan
Dengan memahami Martabat Alam Insan ini, maka sudah pastilah
kita dapat mengetahui bahwa diri kita ini adalah pantulan sifat Allah ta’ala
semata-mata. Diri sifat yang ditajallykan untuk menyatakan sifat-Nya sendiri
yakni pada alam shaghir dan alam kabir. Dan Allah ta’ala memuji Diri-Nya dengan
asma’-Nya sendiri dan Allah ta’ala menguji Diri-Nya sendiri dengan Afa’al-Nya
sendiri.
Dalam memaparkan Martabat Alam Insan kita membahas diri kita
sendiri. Diri kita dari sifat Tuhan yang berasal daripada ghayb al-ghuyub (Martabat
Ahdah) yaitu pada martabat Dzat hingga lahir kita bersifat dengan sifat bangsa
Muhammad. Oleh yang demikian wujud atau lahir kita ini bukan sekali-kali diri
kita, tetapi sebenarnya diri kita ini adalah penyata kepada diri Tuhan semesta
alam semata-mata.
Firman-Nya: ‘Inna lillah wa inna ilayh raji’un’,
“Sesungguhnya asal dirimu itu dari Allah dan hendaklah kembali pulang
kepada-Nya (Tuhan Asal Diri Mu)”.
Setelah mengetahui dan memahami secara jelas lagi terang
bahwa asal kita ini adalah dari Tuhan pada Martabat Ahdah dan nyatanya kita
sebagai pantulan sifat-Nya pada Martabat Alam Insan, maka pada Alam Insan
inilah kita memulakan langkah untuk mensucikan sifat diri kita ini pada
martabat sifat kepada martabat ketuuhanan kembali yaitu asal mula diri kita
sendiri atau Martabat Dzat.
Sesungguhnya Allah s.w.t diri kita pada Martabat Ahdah
menyatakan diri-Nya dengan sifat-Nya sendiri dan memuji sifat-Nya sendiri
dengan asma-Nya sendiri serta menguji sifat-Nya dengan af’al-Nya sendiri.
Sesungguhnya tiada sesuatu sebenarnya pada diri kita kecuali diri sifat Allah,
Tuhan semesta semata-mata.
3.PROSES MENGEMBALIKAN DIRI
Dalam proses menyucikan diri dan mengembalikan rahasia kepada
Tuhan Empunya Rahasia, maka manusia itu semestinya mempertingkatkan kesuciannya
sampai ke peringkat asal kejadian rahasia Allah ta’ala.
Manusia ini sebenarnya mesti menapaki dan melalui dari Alam Insan pada nafsu amarah ke Martabat Dzat yaitu nafsu Kamaliah yaitu maqam “Izzat Al-Ahdah”. Lantaran itulah tugas manusia semestinya mengenal hakikat diri ini lalu balik untuk mengembalikan amanah Allah s.w.t. tersebut sebagaimana mula proses penerimaan amanahnya pada peringkat awalnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar