Senin, 28 Juli 2014

Diri marifat dan ilmu firasat

Tuhan mentajallikan Cahaya-Nya. Cahaya Tuhan itu bernama Nur. Jadi, Nur itu Cahaya Tuhan. Itulah Rahasia Tuhan. Rahasia Tuhan itulah juga dinamakan Muhammad yang awal dan Nur Muhammad itu juga dinamani titik Nur yang awal. Nur Muhammad sudah “lahir”, baru bersuara. Inilah suara Allah langsung pada Muhammad. Dari mana awal suara dari mulut dan lidah kita ini? Tentulah dari hati. Dari mana awal suara dari hati ini? Tentulah dari sirr. Dari mana awal suara dari sirr hati ini? Tentulah dari Zat. Dari mana awal suara dari Zat ini? Tentulah dari Allah. Dari Allah ⇒ Zat [Rahasia Allah] ⇒ sirr ⇒ hati ⇒ lisan Renungkanlah perjalanan suara ini. Dengan sirr ini kita dapat membedakan mana suara dari setan, mana suara dari Allah. Tuhan menjadikan kita punya zahir dan punya batin. Yang batin itu ruh dan yang zahir itu tubuh. Ruh ini Zat; tubuh ini sifat. Kelakuan zahir ini kelakuan dari mana? Dari batin. Kelakuan batin itu kelakuan siapa? Kelakuan Zat. Siapa yang berkelakuan pada Zat itu? Tentulah Zat-nya Zat, itulah Tuhan maka ilham Allah pada Ruh yang musyahadah pastinya benar,,,,namun bukan zat Allah bersatu dalam ruh kerna Ruh adalah makhlok sedangkan Allah adalah Qadim laisa kamislihi syaik; Maka ketika orang tauhid sudah mengetahui jalan ini, dirasakannya semua dari Allah: minallah. Kalau sudah dirasakan oleh batinnya semua dari Allah, berarti batinnya sudah karam musyahadahnya pada Allah dan ketika melihat zahirnya itu, dirasakannya rasa isbat saja. Pengetahan ushul ini penting diketahui dan dipahami karena ushul itu kesempurnaan. Kalau tidak ada ushul, bagaimana kita akan mendapatkan kesempurnaan? Jadi, belajar itu hendaklah sampai pada pemahaman yang tidak dimakan oleh ushul. [tidak tertolak atau bertentangan dengan ushul] Ketahuilah bahwa Zat itu Diri Makrifat. Diri Makrifat itu menghimpunkan semua Af`al, semua Asma, semua Sifat, dan semua Diri. Sederhananya, Diri Makrifat itu menghimpunkan semua tubuh-hati-nyawa-rahasia. Diri Makrifat itulah yang menggerakkan Zat-Sifat-Asma-Af`al. Diri Makrifat ini Rahasia Tuhan yang ada pada Adam (kita). Kalau sudah paham ini, bagaimana lagi kita mau menyangkal bahwa tiada perbuatan baharu lagi? “Jika bukan karena engkau Muhammad, tiada Ku-ciptakan alam ini.” Apa hikmah perkataan [hadis qudsy] ini dari sisi hakiki? Kalau tidak ada engkau Diri Makrifat, tidak akan ada pergerakan jasad. Inilah isyarat dua kalimah syahadat. Jadi Diri Makrifat itu Sifat Tuhan juga Rahasia Tuhan. Jadi diri Makrifat itu jadi apa pada kita ini? Jadi ruh. Cahaya Diri Makrifat inilah yang menjadi firasatan, sedangkan Nur Muhammad itu menjadi per.ingat.an. Mengapa Nabi Khidr a.s. bisa mengetahui semuanya dan perbuatannya bertentangan dengan syara? Karena Nabi Khidr mengetahui Diri Makrifat itu firasatan. Sedangkan Diri Makrifat itu mustahil berbohong. Maka orang tauhid hakiki tidak bingung dengan kelakuan Nabi Khidr a.s. sebagaimana kisah dalam Q.S. al-Kahfi karena orang tauhid hakiki tahu soal firasatan dan per-ingatan ini. Dari sini diketahui bahwa Nabi Khidr itu Allah karuniai firasatan yang tinggi [ilmu hikmah]. Sebenarnya ilmu firasatan ini menggunakan bahasa Cahaya: Cahaya Ilahi. Timbulnya ingatan itu dari firasatan. Timbulnya firasatan itu dari Tuhan. Ciri bahasa Cahaya Ilahi itu: laa raiba fiihi hudan lil muttaqiin [Q.S. Al-Baqarah:2] alias tidak ada keraguan satu zarah pun! Nabi Khidr a.s. itu ahli bahasa Cahaya ini. Jadi, tidak usah heran kalau para wali Allah itu banyak mengetahui hal-hal yang tidak diketahui orang awam karena para wali Allah itu belajar dan menguasai ilmu firasatan alias bahasa Cahaya Ilahi ini dari Nabi Khidr a.s. Sang Murabbi. Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki [Q.S. Nur:35] "Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan perang kepadanya, dan hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan (perkara syariat), jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan kebaikan, maka Aku mencintai dia, jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku, pasti Kuberi, dan jika meminta perlindungan kepada-Ku, pasti Ku-lindungi. Dan Aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaimana keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya.” (H.R. Bukhari 6021

Hakikat marifat menurut sunan kudus

Bismillahirrahmaanirrahim, Alhamdulillahi rabbil 'Aalamiin, Allahumma sholli 'alaa Muhammad Wa aali Muhammad, Ammaa Ba'du Menurut Asy-Syaikh Sayyid Ja'far Shadiq Azmatkhan (Sunan Kudus), siapapun yang tafakkur atau merenung secara mendalam akan menyadari bahwa semua makhluk sebenarnya menauhidkan Allah SWT lewat tarikan nafas yang halus. Jika tidak, pasti mereka akan mendapat siksa. Pada setiap zarrah (atomis), mulai dari ukuran sub-atomis (quantum) sampai atomis, yang terdapat di alam semesta terdapat rahasia nama-nama Allah. Dengan rahasia tersebut, semuanya memahami dan mengakui keesaan Allah. Allah SWT telah berfirman; "Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan kemauan sendiri atau pun terpaksa (dan sujud pula) bayang-bayangnya di waktu pagi dan petang hari." (QS. 13:15) Jadi, semua makhluk mentauhidkan Allah dalam semua kedudukan sesuai dengan rububiyah Tuhan serta sesuai dengan bentuk-bentuk ubudiyah yang telah ditentukan dalam mengaktualisasikan tauhid mereka. Lebih lanjut Sunan Kudus mengatakan bahwa sebagian ahli makrifat berpendapat bahwa orang yang bertasbih sebenarnya bertasbih dengan rahasia kedalaman hakikat kesucian pikirannya dalam wilayah keajaiban alam malakut dan kelembutan alam jabarut. Sementara sang salik, bertasbih dengan dzikirnya dalam lautan qolbu. Sang murid bertasbih dengan qolbunya dalam lautan pikiran. Sang Pecinta bertasbih dengan ruhnya dalam lautan kerinduan. Sang Arif bertasbih dengan sirr-nya dalam lautan alam ghaib. Dan orang shiddiq bertasbih dengan kedalaman sirr-nya dalam rahasia cahaya yang suci yang beredar di antara berbagai makna Asma-Asma dan Sifat-sifat-Nya disertai dengan keteguhan di dalam silih bergantinya waktu. Dan dia yang hamba Allah bertasbih dalam lautan pemurnian dengan kerahasiaan Sirr al-Asrar dengan memandang-Nya, dalam ke'baqa'an-Nya. Sunan Kudus membagi tauhid dalam konteks makrifatullah menjadi empat samudera makrifat, yaitu : Tauhid Af'al sebagai pengesaan terhadap Allah SWT dari segala macam perbuatan. Maka hanya dengan keyakinan dan penyaksian saja segala sesuatu yang terjadi di alam adalah berasal dari Allah SWT. Tauhid Asma' adalah pengesaan Allah SWT atas segala nama. Ketika yang mewujud dinamai, maka semua penamaan pada dasarnya dikembalikan kepada Allah SWT. Allah sebagai Isim A'dham yang Maha Agung adalah asal dari semua nama-nama baik yang khayal maupun bukan. Karena dengan nama yang Maha Agung “Allah” inilah, Allah memperkenalkan dirinya. Tauhid Sifat adalah pengesaan Allah dari segala sifat. Dalam pengertian ini maka manusia dapat berada dalam maqam Tauhid as-Sifat dengan memandang dan memusyahadahkan dengan mata hati dan dengan keyakinan bahwa segala sifat yang dapat melekat pada Dzat Allah, seperti Qudrah (Kuasa), Iradah (Kehendak), ‘Ilm (Mengetahui), Hayah (Hidup), Sama' (mendengar), Basar (Melihat), dan Kalam (Berkata-kata) adalah benar sifat-sifat Allah. Sebab, hanya Allah lah yang mempunyai sifat-sifat tersebut. Segala sifat yang dilekatkan kepada makhluk harus dipahami secara metaforis, dan bukan dalam konteks sesungguhnya sebagai suatu pinjaman. Tauhid Dzat berarti mengesakan Allah pada Dzat. Maqam Tauhid az-Dzat menurut Sunan Kudus adalah maqam tertinggi yang, karenanya, menjadi terminal terakhir dari pemandangan dan musyahadah kaum 'Arifin. Dalam konteks demikian, maka cara mengesakan Allah pada Dzat adalah dengan memandang dengan mata kepala dan mata hati bahwasanya tiada yang maujud di alam wujud ini melainkan Allah SWT Semata. Tauhid Af'al pada pengertian Sunan Kudus akan banyak berbicara tentang kehendak Allah SWT yang maujud sebagai ikhtiar dan sunnatullah manusia yaitu takdir. Apakah kemudian takdir yang dialami seseorang disebut baik atau buruk, maka itulah kehendak Allah sesungguhnya yang terealisasikan kepada semua makhluk yang memiliki kehendak bebas untuk memilah dan memilih, dengan pengetahuan terhadap aturan dan ketentuan yang sudah melekat padanya sebagai makhluk sintesis yang ditempatkan dalam suatu kontinuum ruang-waktu relatif. Tauhid Af’al adalah Samudera Pengenalan, di samudera inilah salik sebagai pencari wasiat Allah harus mendekat ke pintu ampunan Allah untuk bertobat dan menyucikan dirinya, menyibakkan pagar-pagar awal dirinya dengan ketaatan kepada-Nya dan meninggalkan kemaksiatan pada-Nya, mendekat kepada-Nya untuk menauhidkan-Nya, beramal untuk-Nya agar memperoleh ridha-Nya. Kalau saya proyeksikan ke dalam sistem qolbu yang diulas sebelumnya mempunyai tujuh karakteristik dominan, maka di Samudera Af'al inilah seorang salik harus berjuang untuk me-metamorfosis-kan qolbunya dari dominasi nafs ammarah, menuju lawwamah, menuju mulhammah, dan mencapai ketenangan dengan nafs muthma'innah. Dalam Samudera Asma', maka hijab-hijab tersingkap dengan masing-masing derajat dan keadaannya. Ia yang menyingkapkan, sedikit demi sedikit akan semakin melathifahkan dirinya ke dalam kelathifahan Yang Maha Qudus memasuki medan ruh ilahiah-Nya (dominasi qolbu oleh ruh yang mengenal Tuhan). Samudera Asma' adalah Samudera Munajat dan Permohonan, difirmankan oleh Allah SWT bahwa “Dan bagi Allah itu beberapa Nama yang baik (al-Asma al-Husna) maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama itu." (QS. 7:180). Di samudera inilah salik akan diuji dengan khauf dan raja', keikhlasan, keridhaan, kefakiran, kezuhudan, dan keadaan-keadaan ruhaniah lainnya. Di tepian Samudera Asma' adalah lautan kerinduan yang berkilauan karena pendar-pendar cahaya rahmat dan kasih sayang Allah. Di Lautan Kerinduan atau Lautan Kasih Sayang atau Lautan Cinta Ilahi, sinar kemilau cahaya Sang Kekasih menciptakan riak-riak gelombang yang menghalus dengan cepat, menciptakan kerinduan-kerinduan ke dalam rahasia terdalam. Lautan Kerinduan adalah pintu memasuki hamparan Samudera Kerahasiaan. Tauhid as-Sifat adalah Samudera Kerahasiaan atau Samudera Peniadaan karena di samudera inilah semua makhluk diharuskan untuk menafikan semua atribut kediriannya sebagai makhluk, semua hasrat dan keinginan, kerinduan yang tersisa dan apa pun yang melekat pada makhluk tak lebih dari suatu anugerah dan hidayah kasih sayang-Nya semata, maka apa yang tersisa dari Lautan Kerinduan atau Lautan Cinta Ilahi adalah penafian diri. Apa yang melekat pada semua makhluk adalah manifestasi dari rahmat dan kasih sayang-Nya yang dilimpahkan, sebagai piranti ilahiah yang dipinjamkan dan akan dikembalikan kepada-Nya. Siapa yang kemudian menyalahgunakan semua pinjaman Allah ini, maka ia harus mempertanggungjawabkan dihadapan-Nya. Qolbu yang didominasi kerahasiaan ilahiah didominasi kerahasiaan sirr dengan suluh cahaya kemurnian yang menyemburat dari kemilau yang membutakan dari samudera yang paling rahasia sirr al–asrar yakni Samudera Pemurnian dari Tauhid az-Dzat. Di tingkatan Tauhid az-Dzat segala sesuatu tiada selain Dia, inilah Samudera Penghambaan atau Samudera Pemurnian/Tanpa Warna sebagai tingkatan ruhaniah tertinggi dengan totalitas tanpa sambungan. Suatu tingkatan tanpa nama, karena semua sifat, semua nama, dan semua af’al sudah tidak ada. Bahkan dalam tingkat kehambaan ini, semua deskripsi tentang ketauhidan hanya dapat dilakukan oleh Allah Yang Mandiri, “Mengenal Allah dengan Allah”. Inilah maqam Nabi Muhammad Saw, maqam tanpa tapal batas, maqam Kebingungan Ilahiah. Maqam dimana semua yang baru termusnahkan dalam kedekatan yang hakiki sebagai kedekatan bukan dalam pengertian ruang dan waktu, tempat dan posisi. Di maqam ini pula semua kebingungan, semua peniadaan, termurnikan kembali sebagai yang menyaksikan dengan pra eksistensinya. Ketika salik termurnikan di Samudera Penghambaan, maka ia terbaqakan didalam-Nya. Eksistensinya adalah eksistensi sebagai hamba Allah semata. Maka, di Samudera Penghambaan ini menangislah semua hati yang terdominasi rahasia yang paling rahasia (sirr al-asrar). Aku menangis bukan karena cintaku pada-Mu dan cinta-Mu padaku, atau kerinduan yang menggelegak dan bergejolak yang tak mampu kutanggung dan ungkapkan. Tapi, aku menangis karena aku tak akan pernah mampu merengkuh-Mu. Engkau sudah nyatakan Diri-Mu Sendiri bahwa “semua makhluk akan musnah kalau Engkau tampakkan wajah-Mu.” Engkau katakan juga, “Tidak ada yang serupa dengan-Mu.” Lantas, bagaimanakah aku tanpa-Mu, Padahal sudah kuhancurleburkan diriku karena-Mu. Aku menangis karena aku tak kan pernah bisa menyatu dengan-Mu. Sebab, Diri-Mu hanya tersingkap oleh diri-Mu Sendiri Dia-Mu hanya tersingkap oleh Dia-Mu Sendiri Engkau-Mu hanya tersingkap oleh Engkau-Mu Sendiri, Sebab, Engkau Yang Mandiri adalah Engkau Yang Sendiri Engkau Yang Sendiri adalah Engkau Yang Tak Perlu Kekasih Engkau Yang Esa adalah Engkau Yang Esa Engkau Yang Satu adalah Engkau Yang Satu. Maka dalam ketenangan kemilau membutakan Samudera Pemurnian-Mu, biarkan aku memandang-Mu dengan cinta-Mu, menjadi sekedar hamba-Mu dengan ridha-Mu, seperti Nabi Muhammad yang menjadi Abdullah Kekasih-Mu. Penguraian tauhid yang dilakukan oleh Sunan Kudus memang didasarkan pada langkah-langkah penempuhan suluk yang lebih sistematis. Oleh karena, pentauhidan sebenarnya adalah rahasia dan ruh dari makrifat, maka dalam setiap tingkatan yang diuraikan menjadi Tauhid Af’al, Asma', Sifat dan Dzat, sang salik diharapkan dapat merasakan dan menyaksikan tauhid yang lebih formal maupun khusus, yang diperoleh dari melayari keempat Samudera Tauhid tersebut. Hasil akhirnya, kalau tidak ada penyimpangan yang sangat mendasar, sebenarnya serupa dengan pengalaman makrifat para sufi lainnya yakni pengertian bahwa ujung dari makrifat semata-mata adalah mentauhidkan Allah sebagai Yang Maha Esa dengan penyaksian dan keimanan yang lebih mantap sebagai hamba Allah. (Wallaahu A'lamu Bish Shawwab

Menembus demensi marifat

PEMBUKAAN

Bismillahirrahmanirrahim Segala puja puji kepada Allah Swt yang telah mengangkat jiwa orang-orang yang suci dengan mujahadah, yang telah membahagiakan hati para wali dengan musyahadah, yang telah menghiasi lisan orang-orang mukmin dengan zikir, yang telah mengagungkan bisikan hati orang-orang Arif (berpengetahuan pada Allah) dengan berfikir, yang telah menjaga khalayak hamba dari kerusakan, yang telah menahan segala kesulitan dari para ahli zuhud, yang telah menghindarkan orang-orang yang bertaqwa dari bayang-bayang syahwat, yang telah mensucikan ruh orang-orang yakin dari gelapnya keraguan, yang telah menerima semua amal perbuatan para manusia terpilih melalui do’a-do’a dan yang telah menguatkan tali kaum merdeka dengan ikatan yang kokoh. Aku memuji-Nya dengan pujian mereka yang telah melihat tanda-tanda kekuasaan dan kekuatan-Nya, yang telah menyaksikan ke-Mahatunggalan dan wahdaniyah-Nya, yang telah mengetuk pintu-pintu rahasia-Nya dan kemuliaan-Nya, yang telah memetik buah dari sujud dan ketaatan-Nya. Aku mensyukuri-Nya dengan syukur mereka yang telah terbakar dan hanyut dalam aliran sungai kemuliaan dan pemuliaan-Nya. Aku mengimani-Nya dengan iman mereka yang telah mengakui kitab-kitab-Nya, perintah-Nya, para nabi-Nya, para wali-Nya, janji-janji-Nya, ancaman-Nya, pahala dan azab-Nya. Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Tunggal dan tak memiliki sekutu. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, yang diutus untuk menghancurkan mata rantai kefasikan dan kerusakan moral, diutus untuk memporakprandakan golongan pembangkang, diutus untuk memaksa orang-orang musyrik dan peragu, diutus untuk menolong para pengikut kebenaran dan kebaikan. Maka semoga keselamatan senantiasa Allah anugerahkan kepadanya dan para sahabatnya.

TANDA-TANDA PENGETAHUAN TENTANG DIRI

Ketahuilah ! bahwa pengetahuan tentang kimia kebahagiaan yang bersifat dhohir tidak ada dalam perbendaharaan ilmu kaum awam kebanyakan, akan tetapi tersimpan dalam gudang ilmu para raja, demikian juga dengan kebahagiaan. Ia hanya ada dalam gudang rahmat Allah Swt. Di langit sana tersimpan esensi (jawhar) para malaikat, dan di bumi tersimpan di hati para wali yang Arifbillah. Dan setiap orang yang mencari ini tanpa bersandar hadrat kenabian,maka ia telah salah jalan dan semua daya upayanya tak lebih seperti uang dinar palsu. Ia kira dirinya kaya raya, tapi sebenarnya miskin di hari kiamat sebagaimana ditegaskan Allah Swt: “Maka Kami singkapkan daripadamu tutup yang menutupi matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.” (Q.S. Qaf [50]: 22). Dari sekian rahmat Allah pada hamba-Nya, Dia telah mengutus seratus dua puluh empat ribu nabi untuk mengajarkan seluruh manusia tentang naskah kimia ini, mengajarkan mereka bagaimana menjadikan hati sebagai tempaan mujahadah, mengajarkan bagaimana membersihkan hati dari budi pekerti yang buruk dan mengajarkan bagaimana mengendalikanya untuk menyusuri lorong-lorong kesucian, seperti dijelaskan Allah Swt: “Dialah yang mengutus pada kaum yang buta huruf seorang rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kitab dan hikmah.” (Q.S. al-Jum’ah [62]: 2). Yaitu mensucikan mereka dari akhlak yang buruk dan sifat-sifat kebinatangan serta menjadikan sifat-sifat malaikat sebagai baju dan hiasan mereka. Adapun maksud dari Kimia ini adalah bahwa semua yang berhubungan dengan sifat-sifat negatif maka wajib menanggalkannya, dan semua yang berhubungan dengan sifat-sifat kesempurnaa maka wajib mengenakannya. Satu-satunya rahasia keberhasilan KIMIA KEBAHAGIAAN ini adalah kembali mundur dari keduniawian seperti ditegaskan oleh Allah Swt: “Dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.” (Q.S. al-Muzammil [73]: 8). Dan keutamaan ini sangat banyak dan luas.

PASAL MENGENAI PENGETAHUAN DIRI PRIBADI

Ketahuilah ! bahwa kunci mengetahui Allah (ma’rifah Allah) adalah mengetahui diri sendiri. Seperti firman-Nya: “Kami akan memperlihatkan pada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami atas segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an adalah benar.” (Q.S. Fussilat [41]: 52). Demikian pula sabda Nabi Saw: “Siapa saja yang tahu akan dirinya, maka ia telah mengetahui Tuhannya.” Tidak ada sesuatupun paling dekat denganmu kecuali dirimu sendiri. Maka jika kamu tidak mengetahui dirimu, bagaimana mungkin kamu bisa mengetahui Tuhanmu? Jika kamu katakan bahwa aku telah mengetahui diriku, yang kamu tahu sebenarnya adalah diri bagian jasmani (anggota badan) yang terdiri dari tangan, kaki, kepala dan lainnya. Kamu tidak mengetahui apa yang tersimpan dalam batinmu, yang bila sedang marah, ia mendorongmu untuk bertengkar. Jika sedang bernafsu, ia mengajakmu kawin. Jika sedang lapar, ia memintamu makan, jika sedang haus, ia menuntutmu minum, dan hewan sangat mirip denganmu dalam hal ini. Maka itu, yang wajib Anda lakukan adalah mengenalkan hakikat pada dirimu hingga Anda tahu apa sebenarnya dirimu, dari mana kamu datang hingga sampai di tempat ini, untuk tujuan apa kamu diciptakan, dengan apa kamu bisa meraih kebahagiaan dan dengan apa kamu mendapatkan kepuasan. Dalam jiwamu terkumpul berbagai macam sifat, diantaranya sifat-sifat binatang jinak, binatang buas, pun demikian sifat-sifat malaikat. Maka ruh adalah hakikat jauharmu yang paling esensial, lainnya adalah unsur asing dan kosong telanjang. Maka yang wajib kamu lakukan adalah mengetahui hal ini. Bahwa bagi sifat-sifat itu ada ransom makananya dan kebahagianya. Kebahagiaan binatang jinak terletak pada makan, minum, tidur dan kawin, maka jika kamu merasa bagian dari mereka, kenyangkan perutmu dan puaskan kelaminmu. Kebahagiaan akan dirasakan binatang buas ketika mampu menyerang dan melumpuhkan mangsa, kebahagiaan setan terletak pada makar, kejahatan dan tipuan, maka jika kalian merasa bagian dari mereka, berbuatlah seperti yang mereka perbuat. Kebahagiaan para malaikat, ketika mereka hadir mengalami indahnya hadrat kesakralan Tuhan, bagi mereka tak ada jalan sedikitpun untuk amarah dan syahwat. Jika Anda merasa bagian dari jauhar hakikat malaikat, berjuanglah mengenal asalmu sampai Anda tahu jalan menuju Hadrat Ilahiah(hadirnya kesakralan Tuhan), sampai Anda bisa menyaksikan Jalal-Nya(keagungan) dan Jamal-Nya(keindahan), sampai Anda mampu menjernihkan dirimu dari belenggu amarah dan syahwat, sampai Anda tahu untuk apa sifat-sifat ini menjadi bagian darimu. Allah Swt tidak menciptakan semua sifat itu agar mereka menawanmu, tapi Ia menciptakannya agar mereka menjadi tawananmu, agar bisa mendorongmu berjalan, yaitu kedua kakimu dan agar salah satunya bisa Anda jadikan tunggangan sedangkan lainnya sebagai senjata hingga Anda mencapai kebahagiaan. Jika Anda telah sampai pada tujuanmu, maka tekanlah ia di bawah kedua kakimu dan kembalilah ke tempat kebahagiaanmu. Tempat itu adalah rumah bagi para khawas (orang-orang khusus) yang menyaksikan Hadirat Ilahi (al-Hadrah al-Ilahiyyah), sedang rumah-rumah para awam adalah tingkatan-tingkatan dalam syurga. Anda sangat memerlukan dan mengerti makna-makna ini untuk bisa mengetahui sedikit saja tentang dirimu. Dan barangsiapa yang tidak memahami pada makna-makna ini, maka ia hanya mendapat bagian kepingan-kepingannya saja, karena hakikat yang sebenarnya terhijab (tertutup) baginya. Ed:1

PASAL MENGENAI HATI, JIWA & RUH

Jika Anda berkemauan mengetahui dirimu, maka ketahuilah ! bahwa Anda sebenarnya terdiri dari dua hal: Pertama, hati, dan Kedua yang disebut jiwa atau ruh. Jiwa atau ruh adalah hati yang biasa Anda sebut sebagai mata hati. Hakikatmu adalah yang batin, karena jasad yang tampak pertama sebenarnya merupakan yang terakhir, dan jiwa yang Anda sangka sebagai terakhir sebenarnya yang pertama, atau disebut hati. Hati bukanlah sepotong daging yang terletak di dada sebelah kiri, karena itu hanya berlaku bagi binatang dan jasad mati. Segala sesuatu yang Anda lihat dengan mata dhohir adalah alam ini atau yang disebut alam syhadah. Sedangkan hakikat hati bukanlah bagian alam ini, tapi alam ghaib, dan hati dialam ini adalah hal asing. Potongan daging itu hanyalah wadahnya, semua anggota tubuh jasmanii adalah bala tentaranya, sedang ia adalah rajanya. Ma’rifah Allah (mengetahui Allah) dan musyahadah (menyaksikan) keindahan hadir-Nya adalah sifat-sifat hati, beban baginya dan perintah untuknya. Dari situ ia mendapatkan pahala dan siksa, kebahagiaan dan kepuasan mengikutinya, demikian ruh hewani pun senantiasa mengintainya dan selalu membuntutinya. Mengetahui hakikat hati dan memahami sifat-sifat hati adalah kunci Ma'rifatullah (mengetahui Allah Swt). Maka Anda harus berjuang keras untuk mengetahuinya, karena ia adalah jauhar aziz (esensi mulia) bagian dari Jauhar Malaikat (esensi para malaikat) yang bahan dasarnya berasal dari Hadirat Ilahi, dari tempat itu ia datang dan ke tempat yang sama ia kembali. Ed2

PASAL MENGENAI HAKIKAT HATI &RUH

Adapun pertanyaanmu apa hakikat hati, syari’ah tidak menjelaskannya secara panjang lebar kecuali dalam satu ayat: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku.” (Q.S. al-Isra [17]: 85). Karena ruh merupakan bagian dari kekuasaan ilahiah, yaitu dari ‘alam al-amr (kuasa perintah Tuhan) Allah Swt berfirman: “Ingatlah, yang menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.” (Q.S. al-A’raf [7]: 54). Dengan demikian, pada satu sisi manusia merupakan bagian dari ‘alam al-khalq (alam ciptaan) dan pada sisi lain bagian dari ‘alam al-amr. Segala sesuatu yang bisa dikenai ukuran panjang lebar, kadar dan mekanisme adalah termasuk ‘alam al-khalq, namun hati tak memiliki ukuran panjang lebar dan ukuran tertentu. Oleh karena itu, ia tak menerima pembagian. Jika bisa dibagi, maka ia termasuk ‘alam al-khalq. Contohnya, dari sisi sifat bodoh, maka ia pun menjadi bodoh dan dari sisi sifat pintar, ia pun menjadi pintar. Namun segala sesuatu yang terdiri dari sifat bodoh dan pintar pada saat yang sama adalah mustahil. Dengan kata lain, ia bagian dari ‘alam al-amr, karena dalam ‘alam al-amr tidak berlaku ukuran panjang lebar dan ukuran tertentu. Sebagian dari mereka mengira bahwa ruh bersifat qadim (awal), maka mereka telah salah. Sebagian lain berpendapat ruh adalah ‘ard (sifat), maka mereka pun salah, karena sifat tak pernah berdiri sendiri, tapi mengikuti yang lain. Maka, ruh adalah asal anak Adam, dan hati adalah tempat tumbuhnya mereka. Jadi, bagaimana mungkin dia adalah sifat! Sebagian golongan mengatakan ruh adalah badan jamani, mereka juga salah, karena badan jasmani menerima pembagian. Dan ruh yang sejak tadi kita sebut hati adalah media untuk mengetahui Allah. Oleh karena itu, ia bukan merupakan badan, juga bukan sifat, melainkan unsur esensi malaikat. Mengetahui tentang ruh sangatlah sulit, karena agama tak memberi jalan sedikit pun. Dan agama tak memerlukan untuk mengetahuinya, sebab agama esensinya adalah kesungguhan (mujahadah), sedang ma’rifah (mengetahui) adalah tanda hidayah, sebagaimana firman-Nya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (Q.S. al-Ankabut [29]: 69). Dan barangsiapa yang tidak bersungguh-sungguh, ia tidak boleh membahasnya atau mencari hakikat ruh. Dasar utama dari mujahadah adalah mengetahui tentara hati, karena manusia jika tidak mengetahui seluk beluk kemiliteran, ia tidak dibenarkan untuk berjihad.

PASAL MENGENAI JIWA SEBAGAI KENDARAAN HATI

Ketahuilah ! bahwa jiwa adalah kendaraan hati, hati memiliki bala tentara, seperti dijelaskan Allah Swt: “Dan tak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu kecuali Dia sendiri.” (Q.S. al-Mudatstsir [74]: 31). Hati diciptakan untuk pekerjaan alam akhirat, agar mendapatkan kebahagiaannya. Kebahagiaan hati adalah dengan mengetahui Tuhannya. Mengetahui Tuhannya bisa didapatkan melalui ciptaan Allah swt dari berbagai ‘alam-Nya. Keajaiban alam tak mungkin terlihat kecuali melalui panca indera, dan panca indera berasal dari hati yang mengambil jiwa sebagai sarananya. Kemudian dilanjutkan dengan mengetahui tehnis kerjanya dan jaringannya. Jiwa tak berfungsi kecuali dengan makan, minum, suhu panas dan kelembapan tertentu. Ia lemah saat dihampiri bahaya dari dalam, yaitu lapar dan haus, demikian juga saat melawan bahaya luar, seperti air dan api. Ia menghadapi banyak musuh.

PASAL MENGENAI SYAHWAT & AMARAH

Anda juga perlu mengetahui adanya dua macam bala tentara, yaitu bala tentara bagian luar(dhohir) yang terdiri dari syahwat dan amarah, berikut tempat-tempatnya pada kedua tangan,kedua kaki, kedua mata, kedua telinga dan semua anggota badan. Sedangkan tentara bagian dalam terletak dalam otak kepala, yaitu daya khayal, daya pikir, daya hafal, ingatan dan bingung. Setiap kekuatan ini memiliki fungsi khusus, jika salah satunya lemah, maka kondisi manusia pun akan lemah dalam dua alam (dunia-akhirat). Satu bagian yang mencakup dua hal ini adalah hati dan ia adalah pemimpinnya. Jika hati menyuruh lidah menyebutkan sesuatu, maka ia akan menyebutkannya. Jika memerintahkan tangan untuk menyerang, maka ia akan menyerang. Jika menyuruh kaki untuk melangkah, maka ia pun akan melangkah. Demikian pula panca indera, hingga bisa menjaga diri agar tetap bisa menyimpan pahala untuk di akhirat, berfungsi secara baik, menyeselesaikan kontrak kerja dan menghimpun butiran-butiran kebahagiaan. Dan mereka semua tunduk dan patuh kepada perintah hati sebagaimana para malaikat yang tunduk dan patuh pada perintah Tuhannya dan tidak berani menentang perintahnya.

PASAL MENGENAI MENGETAHUI HATI DAN BALA TENTARANYA

Ketahuilah !, seperti dikatakan dalam pepatah terkenal; jiwa diibaratkan sebuah kota, kedua tangan, kaki dan seluruh anggota tubuh sebagai lahannya, kekuatan syahwat sebagai walikotanya, amarah sebagai kendaraanya, hati sebagai rajanya dan akal sebagai perdana menterinya. Raja bertugas mengatur segenap aparatur agar kondisi kerajaan tetap stabil, karena sang walikota atau syahwat adalah pembohong, acuh tak acuh dan ambisius. Demikian pula kendaraan yaitu amarah teramat jahat, pembunuh dan perusak. Jika sejenak saja sang raja meninggalkan mereka dalam keadaan aslinya, mereka akan menguasai kota dan merusaknya. Maka sang raja wajib berkonsultasi pada sang menteri dan menjadikan sang wali dan bagian transportasi dibawah pengawasan sang menteri. Jika ia melakukan hal itu, maka kondisi kerajaan akan tetap stabil, dan kota akan makmur. Demikian juga hati juga bermusyawarah pada akal untuk menjadikan syahwat dan amarah di bawah kekuasaannya sampai kondisi jiwa menjadi stabil dan bisa mengantarkan pada sebab-sebab kebahagiaan, yaitu mengetahui Hadirat Ilahi ( Ma'rifat alhadrat al-ilahiyah). Seandainya akal dalam kondisi di bawah kekuasaan amarah dan syahwat, maka jiwanya akan rusak dan hatinya tidak akan bahagia di akhirat kelak.

PASAL MENGENAI AMARAH&SYAHWAT PEMBANTU JIWA

Ketahuilah ! bahwa syahwat dan amarah pembantu jiwa. Keduanya senantiasa menarik-nariknya, terus mempertahankan urusan makan, minum dan kawin sebagai media indera. Kemudian jiwa mempekerjakan indera sebagai jaringan akal dan mata-matanya, yang dengannya ia mampu menyaksikan kehadiran Allah Swt. Kemudian indera juga mempekerjakan akal, yaitu hati sebagai lentera dan lampu yang melalui cahayanya ia bisa melihat Hadrat Ilahiah . Dengan demikian, kenikmatan perut dan kemaluannya menjadi terhinakan. Kemudian akal juga memfungsikan hati, sebab hati diciptakan untuk memandang keindahan Hadrat Ilahiah. Barang siapa yang berdaya upaya dalam fungsi ini, maka ia adalah hamba yang sebenarnya, yang terlahir dari al-hadrah al-ilahiyah, sebagaimana firman-Nya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Q.S. az-Zariyat [61]: 56). Artinya, bahwa Kami telah menciptakan hati, memberinya kerajaan dan memberinya pasukan tentara. Kami juga telah menjadikan jiwa sebagai kendaraannya hingga ia bisa berjalan dari alam ke-Tanah-an ke alam atas yaitu ‘Illiyin. Maka jika berkeinginan melaksanakan hak anugerah kenikmatan ini, duduklah dalam kerajaannya, jadikan Hadrat al-Ilahiah sebagai kiblat dan tujuannya, jadikan akhirat sebagai tanah air dan akhir keputusannya, jadikan jiwa sebagai kendaraannya, dunia sebagai rumahnya, kedua tangan dan kaki sebagai pembantunya, akal sebagai menterinya, syahwat sebagai karyawannya, amarah sebagai angkutannya dan indera sebagai mata-matanya. Masing-masing bagian itu adalah cerminan dari setiap alam yang menghimpun semua keadaan mengenai keadaan alam-alam lainnya. Daya khayal di bagian permukaan otak seperti seorang komandan yang bertugas menghimpun semua informasi para mata-mata. Daya hafal pada bagian tengah otak bagaikan pemilik peta yang bertugas menghimpun penggalan-penggalan dari tangan sang komandan yang kemudian disampaikan kepada akal. Jika informasi-informasi ini sampai pada sang menteri, maka ia akan melihat keadaan kota yang sebenarnya. Jika Anda melihat salah satu dari mereka melanggar, seperti syahwat dan amarah, maka Anda harus berusaha keras( bermujahadah) menaklukanya. Tidaklah mujahadah ini untuk membunuh syahwat dan amarah, sebab kerajaan tak akan bertahan tanpa keduanya. Jika Anda melakukannya, maka Anda adalah orang yang berbahagia, yang telah melaksanakan urusan yang hak untuk dilakukan yaitu anugerah nikmat, wajib bagimu menghadiahkan sesuatu pada saatnya, jika tidak, maka Anda tidak akan bahagia, dikenai siksa dan diwajibkan bertaubat.

PASAL MENGENAI TIGA FORMASI KEBAHAGIAN

Kebahagiaan sempurna dibangun di atas tiga hal, kekuatan amarah, kekuatan syahwat dan kekuatan ilmu. Tiga hal ini harus diseimbangkan agar kekuatan syahwat tidak muncul menguasai yang justru akan merusak anda. Demikian juga kekuatan amarah agar tidak menguasai dan membodohi, yang akan merusak dan mengahncurkan anda. Jika kedua kekuatan tersebut seimbang dengan adanya kekuatan keadilan dan keseimbangan, maka keduanya akan menuju pada jalan hidayah. Jika amarah semakin menguat, maka akan mudah pada terjadinya penyerangan dan pembunuhan, sebaliknya jika amarah melemah, maka kewaspadaan, ketentraman dalam agama dan dunia akan hilang. Namun jika diseimbangkan, yang akan muncul adalah kesabaran, keberanian dan kebijaksanaan. Syahwat-pun demikian, jika semakin mendominasi, maka akan muncul adalah kejelekan dan kejahatan, sebaliknya jika syahwat melemah , maka akan menyebabkan kelemahan dan ketidakgairahan. Namun jika terkendali seimbang, yang ada adalah kesucian (‘iffah), kepuasan (qana’ah) dan sifat-sifat sejenis lainnya.

PASAL MENGENAI HATI;PRILAKU JELEKNYA & BAGUSNYA

Ketahuilah ! bahwa hati dan bala tentaranya memiliki keadaan dan sifat-sifat yang sebagian disebut dengan budi pekerti buruk dan sebagian lain disebut budi pekerti terpuji. Budi pekerti terpuji akan mengantarkan pada kebahagiaan, dan akhlak buruk mengantarkan pada kehancuran dan siksa. Semua ini terdiri dari empat jenis budi pekerti( akhlak). Yaitu: akhlak setan, akhlak binatang jinak, akhlak binatang buas dan akhlak malaikat. Perilaku jelek, yaitu makan, minum, tidur dan kawin adalah akhlak binatang jinak. Tingkah laku amarah pemukulan, pembunuhan dan pertikaian adalah akhlak binatang buas. Prilaku-prilaku jiwa seperti makar, penipuan, kecurangan dan hal lain sejenis adalah akhlak setan. Terakhir, kegiatan berfikir yang menghasilkan rahmat, ilmu dan kebaikan adalah akhlak malaikat.

PASAL MENGENAI EMPAT HAKIKAT DALAM KULIT MANUSIA

Ketahuilah ! bahwa dalam kulit anak adam(manusia) terdapat empat hal, anjing, babi, setan dan malaikat. Anjing tercela dari segi sifatnya dan bukan dari bentuknya. Begitupun setan dan malaikat, hal-hal tercela dan keterpujianya[9] hanya pada sifat-sifatnya dan bukan pada bentuk atau prilakunya. Babi pun demikian, tercela dalam sifat-sifatnya bukan pada bentuk dan tingkah lakunya. Karenanya manusia diperintahkan untuk menyingkap gelapnya kebodohan dengan cahaya akal, agar terhindar dari segala macam fitnah. Seperti ditegaskan Rasul Saw: “Tak seorangpun (dari manusia) kecuali memiliki setan, aku juga memiliki setan. Sungguh Allah telah menjagaku dari setanku hingga aku bisa menguasainya. Demikian syahwat dan amarah seharusnya berada dibawah kendali akal, keduanya hanya boleh berbuat bergerak melakukan sesuatu dengan kendali akal. Maka jika seseorang berbuat demikian, ia benarlah baginya disebut berakhlak terpuji yaitu; sifat malaikat dan merupakan benih kebahagiaan. Jika melakukan kebalikannya, maka ia disebut berakhlak tercela yaitu sifat-sifat setan dan merupakan benih dari siksa.Dalam tidur ia akan melihat dirinya seakan berdiri terpasung menjadi budak anjing dan babi. Orang ini seperti lelaki muslim yang membawa beberapa muslim lainnya dan menahan mereka di penjara orang-orang kafir. Bagaimana keadanmu jika nanti pada hari kiamat sang raja, yaitu akal, menahanmu dibawah kekuasaan syahwat dan amarah, yaitu anjing dan babi?

PASAL MENGENAI EMPAT KONDISI MANUSIA PADA HARI KIAMAT

Ketahuilah ! bahwa manusia saat ini dalam bentuk anak Adam, esok saat makna-makna itu tersingkap, mereka pun keluar dalam bentuk menyesuaikan dengan makna masing-masing. Mereka yang dominan amarahnya, maka akan berdiri dalam bentuk anjing. Mereka yang dominan nafsunya, maka akan berdiri dalam bentuk babi, sebab bagaimanapun bentuk selalu mengikuti makna-makna. Seorang yang tertidur akan melihat semua yang ada dalam jiwanya. Demikian pula karena isi jiwa manusia teridentifikasi dalam empat hal di atas, maka ia harus mengintai setiap gerak-geriknya, diamnya dan mengenali diri termasuk bagian mana dari yang empat. Sifat-sifat itu ada dalam hati dan terus bertahan hingga hari kiamat, dan jika masih tersisa secuil kebaikan, maka itu adalah benih kebahagiaan. Sebaliknya jika yang tersisa adalah secuil kejelekan, maka ia pun merupakan benih dari siksa. Manusia tak akan pernah berhenti bergerak dan diam, hatinya bagaikan kaca, akhlak tercela bagaikan asap dan kegelapan, jika menyentuhnya, maka seketika ia menggelapkan jalan menuju kebahagiaan. Akhlak terpuji bagaikan cahaya dan pancarannya, jika sampai pada hati, maka ia akan membersihkannya dari gelapnya kemaksiatan. Seperti sabda Rasul Saw: “Ikutkanlah pada perbuatan jelek itu perbuatan baik yang akan menghapusnya. Dan hati bisa jadi terang dan gelap, semua tak akan lolos kecuali mereka yang mendatangi Allah dengan hati yang pasrah.

PASAL MENGENAI KELEBIHAN MANUSIA ATAS BINATANG

Ketahuilah ! bahwa nafsu dan amarah yang ada bersama binatang juga terdapat pada anak Adam. Akan tetapi manusia diberi tambahan lain sebagai bekal untuk memperoleh kemuliaan dan kesempurnaan. Dengan hal tersebut, ia bisa mengetahui Allah dan keindahan ciptaan-Nya. Dan dengan hal tersebut manusia bisa menyelamatkan dirinya dari kekuasaan nafsu dan amarah serta meraih sifat-sifat malaikat. Dengan demikian, manusia diberi sifat-sifat binatang jinak dan buas, yang semuanya ditundukka Allah untuk manusia. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah: “Dia telah menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan yang ada di bumi semuanya.” (Q.S. al-Jasiyah [45]: 13).

PASAL MENGENAI KEAJAIBAN HATI& DUA PINTU HATI

Ketahuilah ! bahwa hati memiliki dua pintu ilmu, satu untuk mimpi-mimpi dan lainnya untuk ilmu sadar, yaitu pintu untuk ilmu realita (zahir). Saat manusia tertidur, pintu-pintu indera tertutup, dibukakanlah pintu bathin dan disingkapkan realitas alam ghaib dari alam malakut dan Lauh Mahfudz seperti cahaya yang terang benderang. Untuk menyingkapnya dibutuhkan semacam tafsir mimpi. Sedang ilmu yang dihasilkan dari realita (zahir) dikira oleh manusia akan memunculkan kesadaran diri, dan bahwa keadaan sadar lebih utama, meskipun sebenarnya ia tidak bisa melihat sesuatupun dari alam ghaib. Bagaimana pun sesuatu yang terlihat antara keadaan sadar dan tidur tetap lebih utama sebagai pengetahuan daripada apa yang terlihat melalui indera.

PASAL MENGENAI CERMIN HATI

Disamping itu, Andapun mesti tahu bahwa hati seperti cermin, Lauh Mahfudz pun demikian. Karena di dalamnya terdapat gambaran dari semua realitas (mawjudat). Jika Anda hadapkan cermin satu dengan lainnya, maka masing-masing gambar pada setiap cermin akan saling menghiasi yang lainnya. Demikian pula semua gambar (suwar) pada Lauh Mahfudz akan tampak dalam hati jika ia telah suci dari nafsu dunia. Jika masih disibukkan dengannya, maka alam malakut akan tetap tertutup. Jika pada saat tidur manusia tak terhubungkan dengan obyek indera, maka ia akan menyaksikan esensi (jawhar) alam malakut dan akan terlihat sebagian gambar yang ada pada Lauh Mahfudz. Jika manusia menutup pintu indera hanya sekedarnya, maka ia hanya memasuki dunia khayal. Karena itu, ia melihat sesuatu yang masih tertutupi pada bagian luarnya dan bukanlah hakikat murni yang tersingkapkan. Jika hati telah mati bersama si pemiliknya, maka pada saat itu tidak ada yang namanya khayal, dan tidak juga indera. Oleh karena itu, pada saat tersebut hati mampu melihat dengan tanpa keraguan ataupun khayalan. Dan ketika itu, diucapkan padanya: “Maka penglihatanmu pada hari itu sangat tajam.” (Q.S. Qaf [50]: 22).

PASAL MENGENAI HATI, ILHAM &ALAM MALAKUT

Ketahuilah! bahwa tak seorangpun dari anak Adam kecuali hatinya telah dimasuki sentuhan-sentuhan suci melalui jalan ilham, dan hal itu tidak masuk melalui indera, akan tetapi masuk dalam hati tanpa tahu dari mana asalnya, sebab hati termasuk alam malakut, dan indera tercipta untuk alam ini, yaitu alam al-mulk (alam kuasa). Karenanya ia menjadi penghalang jiwa dari menyaksikan alam malakut manakala tidak tersucikan dari aktifitas indera.

PASAL MENGENAI DIBALIK KETERBUKAAN HATI

Jangan Anda kira kelembutan ini hanya terbuka pada saat tidur dan mati saja, tapi ia pun terbuka saat sadar bagi mereka yang ikhlas berjihad, ikhlas melakukan riyadah (latihan) dan menyelamatkan diri dari kekuasaan nafsu, amarah, akhlak tercela dan perbuatan buruk. Jika ia duduk di tempat sepi dan mengosongkan dirinya dari dari aktifitas indera, kemudian membuka mata hati dan pendengarannya, menjalankan fungsi hatinya sebagai bagian dari alam malakut, terus menerus menyebut kalimat Allah, Allah, Allah, dengan hatinya dan dengan tidak dengan lidahnya sampai ia tak mendapatkan informasi dari dirinya dan alam sekitarnya sedikitpun, dan yang ia lihat hanyalah Allah, maka kekuatan itu akan terbuka, apa yang ia lihat disaat tidur, ia bisa lakukan pada saat sadar, yang tampak adalah ruh para malaikat dan para nabi, gambar-gambar bagus yang indah dan mulia, saat itu tersingkaplah kerajaan langit dan bumi. Ia bisa lihat semua yang tak bisa dijelaskan dan tak bisa digambarkan, sebagaimana sabda Rasul Saw: “Dibentangkan padaku bumi, seketika kulihat ujung barat dan timur.”Allah Swt menjelaskan: “Dan demikianlah Kami perlihatkan pada Ibrahim tanda-tanda keagungan Kami (yang terdapat) di langit dan bumi.” (Q.S. al-An’am [6]: 75). Karena semua ilmu para nabi melalui jalan ini dan bukan melalui jalan indera, seperti ditegaskan Allah Swt: “Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.” (Q.S. al-Muzammil [73]: 8). Artinya terputus dari segala sesuatu, penyucian diri dari segalanya dan terus memohon kesempurnaan pada-Nya, ini adalah jalan (tariq) kaum sufi zaman ini. Sedang cara pengajaran, adalah jalan (tariq) para ulama. Semua ini dirangkum dari jalan kenabian. Begitu juga ilmu para auliya’, sebab ilmu itu tertanam dalam hati mereka tanpa melalui perantara, yaitu dari Hadirat Ilahi sebagaimana firman-Nya: “Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya di antara ilmu-ilmu dari sisi Kami.” (Q.S. al-Kahfi [18]: 65). Jalan ini tidak akan dipahami tanpa melalui latihan, dan jika tak dihasilkan dengan rasa, maka ia pun tak bisa dihasilkan melalui pengajaran. Yang seharusnya dilakukan adalah mempercayainya hingga kita bisa mendapatkan kebahagiaan mereka, dan ini adalah sebagian keajaiban hati. Siapa yang tak melihat, ia tidak akan mempercayainya, seperti firman-Nya: “Yang sebenarnya mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna, padahal belum datang kepada mereka penjelasannya.” (Q.S. Yunus [10]: 39), dan firman-Nya: “Dan ketika mereka tidak mendapat petunjuk dengannya (Alqur’an) maka mereka berkata: “Ini adalah dusta yang lama.” (Q.S. al-Ahqaf [46]: 11).

PASAL MENGENAI SEMUA MANUSIA BERHAK ATAS RAHASIA KETUHANAN

Jangan Anda mengira semua ini khusus untuk para nabi dan para wali saja, sebab esensi anak Adam dari asal penciptaannya memang untuk tujuan ini, seperti unsur besi agar dibuat cermin yang bisa digunakan untuk melihat gambaran alam, kecuali yang berkarat dan membutuhkan penyepuhan, atau besi kering yang membutuhkan pengecatan sebab sewaktu-waktu bisa patah. Demikian juga hati, jika nafsu dan kemaksiatan mendominasinya, maka ia tidak akan mencapai derajat ini. Hal ini sebagaimana yang disabdakan Rasul Saw: “Semua yang terlahir berada dalam fitrah (esensi) Islam.”, Allah berfirman: “Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Anda Tuhan kami).” (Q.S. al-A’raf [7]: 172). Begitupun anak Adam, fitrahnya adalah mempercayai akan ketuhanan Allah, seperti dalam firman-Nya: “Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” (Q.S. ar-Rum [30]: 30). Para nabi dan para wali adalah anak Adam, Allah berfirman: “Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu.” (Q.S. Fussilat [41]: 6). Setiap yang menanam pasti memetik, siapa saja yang berjalan, pasti sampai, siapa yang memohon, pasti akan mendapatkan. Permohonan tidak akan berhasil tanpa mujahadah – permintaan orang yang telah renta dan arif telah melalui jalan ini – jika dua hal ini berlaku pada seseorang, maka Allah telah berkehendak menganugerahinya kebahagiaan dengan hukum azali hingga ia mencapai derajat ini.

PASAL MENGENAI NIKMAT DAN KEBAHAGIAAN MANUSIA TERLETAK PADA MA’RIFAH ALLAH

Ketahuilah ! bahwa segala sesuatu memiliki rasa bahagia, nikmat dan kepuasan. Rasa nikmat akan diperoleh apabila ia melakukan semua yang diperintahkan oleh tabiatnya. Tabiat segala sesuatu adalah semua yang tercipta untuknya. Kenikmatan mata pada gambar-gambar indah, kenikmatan telinga pada bunyi-bunyi yang merdu, dan demikian semua anggota badan. Kenikmatan hati hanya dirasakan ketika mengetahui Allah (ma’rifah Allah), sebab ia diciptakan untuk melakukan hal itu. Semua yang tidak diketahui manusia, tatkala ia mengetahuinya maka ia akan berbahagia, seperti permainan catur, ketika mengetahuinya ia pun senang, jika ia dijauhkan dari permainan itu, maka ia takkan meninggalkannya dan tak akan sabar untuk kembali memainkannya. Begitu juga mereka yang telah sampai pada ma’rifah Allah, pun merasa senang dan tak sabar untuk menyaksikan-Nya, sebab kenikmatan hati adalah makrifat, setiap kali makrifat bertambah besar, maka nikmatpun bertambah besar pula. Karenanya, ketika manusia mengetahui sang menteri, maka ia akan senang, lebih-lebih jika tahu sang raja, maka kebahagiaannya tentu lebih besar lagi. Tak ada satu keberadaan pun di alam ini yang lebih mulia dari Allah Swt, sebab kemuliaan yang dimiliki, semua oleh sebab-Nya dan dari-Nya, semua keajaiban alam adalah karya-Nya, tak ada pengetahuan (ma’rifah) PASAL MENGENAI ALAM DAN SARIPATI MANUSIA Ketahuilah ! bahwa jika anak Adam disarikan dari alam, padanya terdapat segala gambaran alam yang masih bisa kita temukan akarnya, sebab tulang-belulang ini seperti pegunungan, dagingnya seperti debu, bulu-bulunya bagaikan tumbuhan, kepalanya bagaikan langit, inderanya seperti bintang, penjelasan mengenai hal ini sangatlah panjang. Demikian bagian dalamnya pun menyimpan gambaran alam, sebab fungsi pencernaan yang ada dalam lambung mirip dengan seorang ahli masak. Kekuatan yang ada pada limpa sama dengan pembuat roti, kekuatan pada usus bagaikan tukang cukur, kekuatan yang memutihkan susu dan memerahkan darah bagaikan tukang sepuh, penjelasan mengenai hal ini cukup panjang, yang penting adalah hendaknya kamu mengetahui berapa banyak alam yang tersimpan bersamamu, yang terus sibuk melayanimu, sedang Anda malah mengabaikannya, dan mereka takpernah beristirahat, Anda bahkan tak mengenalnya dan tak bersyukur pada-Nya yang telah menganugerahkan semua itu untukmu.

PASAL MENGENAI PENGETAHUAN TENTANG KOMPOSISI JASAD BADAN DAN MANFAAT-MANFAAT ANGGOTA TUBUH

Ilmu ini sangatlah agung, kebanyakan manusia mengabaikannya, demikian juga ilmu kedokteran. Setiap mereka yang ingin melihat dirinya dan keajaiban karya Allah Swt dalam dirinya, membutuhkan minimal tiga sifat dari sfat-sifat ketuhanan. Pertama, hendaknya mengethui bahwa yang menciptakan seseorang juga mampu membawanya pada kesempurnaan dan bukan pada sebaliknya, Ia adalah Allah Swt. Tak satu pun perbuatan di dunia yang lebih ajaib dari penciptaan manusia yang berasal dari air hina dan pembentukan fisik dengan bentuk yang sangat menakjubkan, sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur.” (Q.S. al-Insan [76]: 2). Maka untuk mengembalikannya setelah mati adalah lebih mudah lagi, sebab pengulangan selamanya lebih mudah daripada permulaan. Kedua, pengetahuan tentang ilmu Allah Swt bahwa ia mencakup segala sesuatu. Sebab keajaiban dan keanehan ini tak mungkin ada kecuali dengan kesempurnaan ilmu. Ketiga, hendaknya Anda tahu bahwa keramahan-Nya, rahmat-Nya dan perlindungan-Nya mengenai segala sesuatu, tak terbatas di saat Anda melihat tumbuhan, hewan dan kandungan bumi, semua berada dalam keluasan kuasa-Nya, bentuk yang baik dan warna yang indah.

PASAL MENGENAI URAIAN BENTUK MANUSIA MERUPAKAN KUNCI MENGETAHUI SIFAT-SIFAT KETUHANAN DAN TERMASUK ILMU MULIA

Yaitu pengetahuan tentang keajaiban karya-karya Ilahi, pengetahuan tentang keagungan dan kekuasaan Allah Swt, yang merupakan ringkasan (sari) dari pengetahuan hati. Ilmu ini begitu mulia, sebab berbicara tentang karya Ilahi, sebab jiwa bak kuda, akal sebagai penumpangnya dan keduanya terhimpun dalam kalimat penunggang kuda (joki). Siapa yang tak mengenal dirinya dan mengaku mengenal lainnya, maka ia seperti seorang lelaki bangkrut yang tak memiliki makanan sedikitpun untuk dirinya dan mengaku menafkahi orang-orang miskin di kotanya. PASAL PENUTUP Jika Anda mengetahui kemuliaan, kehormatan, kesempurnaan, keindahan dan keagungan setelah Anda menyadari bahwa esensi hati adalah esensi yang paling mulia, yang semua itu telah dianugerahkan kepadamu dan kelak akan ditarik kembali, dan Anda justru tidak memintanya, malah mengabaikannya dan menghilangkannya, maka Anda akan sangat menyesal pada hari kiamat. Berjuanglah untuk mendapatkannya, tinggalkanlah segala kesibukan duniawi! Dan segala kemuliaan yang tidak tampak di dunia, maka di akhirat kelak akan menjadi kebahagiaan, keabadian tanpa kefanaan, kekuasaan tanpa kelemahan, pengetahuan tanpa kebodohan, keindahan sekaligus keagungan. Sedang hari ini, tak seorang pun yang lebih lemah darinya, sebab ia termiskin dan kekurangan, akan tetapi kemuliaan akan ia alami esok jika ia tancapkan pengetahuan tentang kebahagiaan ini dalam inti hatinya, hingga ia bisa menyelamatkan dirinya dari perumpamaan binatang dan bisa mencapai derajat malaikat. Jika ia kembali pada nafsu dunia, maka ia lebih memilih menjadi binatang pada hari kiamat, karena sebenarnya ia kembali ke asalnya yaitu tanah. Dan ia pun akan abadi dalam siksa. Kami berlindung kepada Allah Swt dari semua itu, kami meminta pertolongan-Nya, sebab Ia sebaik-baik Pemelihara dan Penolong, dan rasa syukur ini untuk Alah Swt, Tuhan semesta alam. Semoga keselamatan senantiasa dianugerahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw dan keluarga berikut para sahabatnya. Perjuangan membersihkan hati dengan beragam ibadat. Penyaksian pada cahaya keTuhanan.Menghilangkan kotoran hati an mensucikannya diisi dengan keutamaan. Menurut Imam Jurjani ada juga kimia awam;menggantikan kenikmatan dunia dengan kenikmatan akhirat dan kimia orang khusus;memurnikan hati dari alam beralih ke Pencipta alam Sebab Nabi saw lah yang menerima wahyu dan menerangi jalan.Hati ditempa dengan Mujahadah ibadah agar suci, seperti besi berkarat ditempa dalam bara api agar murni. Imam Qohtoby berkata ruh tidak masuk dalam katagori objek KUN, artinya bahwa ruh adalah kehidupan itu sendiri .Hidup dan kehidupan adalah sifat Yang maha hidup. Ruh yang berada dalam jasad bukanlah makhluk sebagaimana jasad. ( Lihat; aTaaruf limadzhab ahli tasawwuf; alKalabadzi, hal 68, Darul kutub ilmiah, bairut) [7] Berkata Imam Junaidy alBagdadi Ruh adalah sesuatu yang dibiasi oleh ilmu Allah dan tak seorangpun yang memahaminya dari makhlukNya. Dan tak diperkenankan mengibaratkannya dengan apapun. Orang kuno yang pertama mendefinisikan tugas Jiwa adalah Plato bahwa jiwa memiliki tiga kekuatan;kekuatan syahwat, kekuatan amarah, kekuatan Akal. Dimanasyahwat dan amarah adalah pembantu bagi kekuatan akal. Plato mengibaratkan Manusia dengan kekuatan dan perangkatnya adalah sebuah kota yang mesti ditata, dimana penduduknya dibagi dalam tiga kasta: kasta buruh para pekerja, kasta peperangan dan kasta hakim, dimana kasta buruh sebanding dengan kekuatan syahwat, dan kasta peperangan sebanding dengan kekuatan amarah dan kasta hakim sebanding dengan kekuatan akal. Demikian juga berpendapat Cendikiawan Alfarabi dalam kitabnya" Aro' ahlil madinah alfadilah"  Ketercelaan syetan dan keterpujian malaikat, sebab syetan hanya memilki sifat tercela saja sedang malaikat hanya memilki sifat keterpujian. Riwayat muslim, kitab sifat kaum munafiq hadis no 70, Imam Ahmad; Musnad;juz 6 hal 115. dari Aisyah. [11] Riwayat: aTurmudzi;albar,asilah;bab 55, Adda romy; arroqoiq,bab 73, Imam Ahmad;Musnad; juz 5 hal 153, Hadis dari Mu'az bin jabal. Kekuatan akal Imam Jurjani berkata dalam Ta'rifat hal 163: lenyapnya hati dari mengetahui hal ihwal makhluk bahkan dari keadaan dirinya, ia liputi oleh Sulthon hakikat, ia hadir dalam AlHaq, gaib dari dirinya dan dari makhluk. Sebanding dengan ini adalahl kisah dalam al-Qur'an tentang Nabi yusuf, dimana para perempuan ketika menyaksikan ketampanan Nabi Yusuf merekapun memotong tangan sendiri, bagaimana keadaan jika seseorang melihat keindahan Dzat sang pemilik keindahan?. Fana menurut ahli tasauf adalah tenggelam dalam keagungan dan penyaksian alHaq. Riwayat: Muslim;Fitan;no 19, Abu Dawud; Fitan, bab 1,Atturmudzi;Fitan;bab 14, Ibnu Majah;Fitan;bab9, Imam Ahmad;Musnad; Juz 5,hal 278. Hadis dari Syadad bib Aus dari Nabi Saw. Ini sebagaimana terjadi pada zaman alGhazali dimana para Murid penggemar tasauf dibebani beragam aturan oleh para Syeh Tasauf yang akanjalan istiqomah. Adapun Tehnik tasauf alGhazali Ia mengambil langsung dari petunjuk kenabian tanpa perantara para Syeh tasauf, dan jenis tasauf ini doperuntukkan bagi penggemar berat seperti algazali sendiri. [16] Riwayat: Ahmad,Malik, Abu Dawud,atTurmudzi, adDaromy.  Sepakat para ahli Tasauf bahwa ma'rifat tidak akan sempurna dengan akal. Dalil mereka; bagi Allah adalah Allah semata. Menurut mereka jalan akal adalah jalan orang yang berakal adalam kebutuhanya pada dalil, kerena akal adalah baru dan yang baru hanya kan menunjukan pada yang baru juga. Seorang pria bertanya pada Imam Annury: apa dalilnya Allah? Ia Jawab: Allah, Maka dimana fungsi akal? Ia jawab:Akal lemah, yang lemah hanya akan menunjukan pada yang lemah juga. Berkata Ibnu atTo': akal adalah alat ibadah bukan bukan untuk memulyakan keTuhanan

Minggu, 27 Juli 2014

Martabat hati

Ilmu Hakekat Insan . Teringat ketika tuan guru berkata : “Anakku.. cukup bagimu mengenalku lalu jagalah hati-mu selalu” . Inilah hal yang menyatakan “MARTABAT HATI” Hati itu ada 2 bahagian : - Hati sanubari – Hati nuraniHati Sanubari adalah segumpal darah yang terhantar antara lambung kiri di dalam dada manusia.Hati Nurani adalah hati cahaya yang menjadi khalifa Allah memerintah tubuh manusia ‘Amma Mubiina’ artinya RAJA. Mim, awal jadi raja di dunia Ha, memberi rahmat bagi segala umat Mim, akhir jadi raja di akhirat Dal, jadi raja dunia dan akhirat Hati Nurani adalah mahligai Allah Ta’ala, tempat tajjali Allah Ta’ala, ‘Murathal Haq’ artinya Cermin Al-Haq karena nyata Haq Ta’ala padanya, disebut juga ‘Iradatul wujud’ atau kehendak yang ada karena tidak ada sesuatu yang luput dari padanya. Hati Nurani ini amat besar lagi Latif, halus, menerima tajjali Dzat, tajjali Sifat, tajjali Af’al. Hati ini memakai pakaian Sifat Allah yang tujuh yaitu : Kudrat, Iradat, Ilmu, Hayat, Sama, Bashar dan Kalam. Hati Nurani kenyataan dari pada Dzat Allah Ta’ala, menyatakan keadaan yang Kuasa, tiada diatas, tiada dibawah, tiada dikanan, tiada dikiri, tiada di hadapan, tiada dibelakang, sunyi daripada enam jihat itu. Bukan hati yang berdarah dan berdaging, hanya kenyataan Hati Nurani jualah maka nyatalah pendengaran telinga, penglihatan mata dan segala keadaan tubuh yang kasar ini daripada hati nurani itu jua. Inilah yang diperujud oleh sekalian yang maujud, baik yang besar maupun yang kecil. Lidah itu juru bahasa hati, hati itu juru bahasa Hidayah dan hidayah itu dari pada cahaya yang Qadim. Hidayah datang dari sifat yang tujuh yang nyata kepada hati nurani, Nur itu gaib dan Tuhanpun gaib adanya. Melihat Allah nyata dengan nyataNya, Bermula tiap-tiap mata melihat dan hati nyata dengan Rupa yang LAISA KAMISLIHI SYAIUN. Bila Matahari ibarat Dzat Allah Ta’ala maka Bulan itu ibarat Sirr Allah yakni Cahaya Muhammad Rasulullah SAW, maka tempat mengenal Dzat Allah melalui cahaya yaitu Hati Nurani. Berbahagialah bagi yang mengenal dan menjaga Hati Nuraninya yaitu dirinya dan Tuhannya, janganlah engkau kembali sebelum mengenal dirimu dan Tuhanmu. Akhirul kalam ‘WAMIN ANFUSIKUM AFALA TUFSIRUN’ Di dalam diri kamu jua AKU

Nur yg awal

Ilmu Hakekat Insan ‎Bahwasanya yang pertama-tama terjadi pada Diri-ku sesudah Nur yang awal-awal adalah Nur Habibi, Di kata oleh ‘bahasa tasauf pasaran’ adalah Dzat Allah. Lalu IA mengatakan dzikir yang awal-awal yaitu Nur Muhammad SAW dan bersholawat yang awal-awal Nur Muhammad SAW, Maka, Nur Muhammad memuji diri sendiri kepada Nur Habibi yang awal-awal. Dzikir Nur yang awal-awal yaitu : “LAA ILAHA ILLALLAH MUHAMMAD UJUDULLAH” Tiada yang disembah melainkan Allah, Tiada lain .. Wahai.. Tuhan, bahwasanya Diriku pada ujud DiriMu jua,. “LAA ILAHA ILLALLAH NUR HAQQULLAH” Tiada Tuhan yang disembah melainkan Allah, maka Dialah rahasia Nur awal-awal dan rahasia Nur Muhammad SAW. **** Itulah RAHASIA yang telah DIRAHASIAKAN **** Bahwa, Martabat AHADIYAH bermaksud atau bermakna pengakuan pada ke-ESA-an, ke-BESAR-an, dan ke-SEMPURNA-an , NUR MUHAMMAD SAW semata-mata. Sejalan dengan bunyi ayat ; “FISITTATI AYYA MIN SUMAS TAWA ALAL ARSY” Kesempurnaan kejadian semesta alam adalah dalam 6 masa (hari PERHIMPUNAN), kemudian sempurnalah kebesaran ALLAH kejadian Arsyi yang Maha Mulia. Maksud kalimat diatas adalah : Tiada lain hanya NUR MUHAMMAD SAW, DIA yang bertajjali, DIA.. DIA.. jua.. Maha Suci yang menamai dirinya sendiri.. Yaitu Ismu Dzat, Namanya yaitu ALLAH. Karena ada ‘bahasa tasauf pasaran’ maka menjadi simpang siur, Paham ini berawal pada zaman kegoncangan terjadi yaitu kaum Yazid sampai kepada pemerintahan Bani Abbas, Mereka merubah paham yang Haq kepada yang Batil.. Maka, mulailah timbul sifat 20, lalu timbul tentang adanya paham Dzat, bahwa Allah itu Laisa Kamislihi Syaiun. HU itulah adanya yang laisa kamislihi syaiun.. HU itulah yang benar-benar Sifat 20. HU itulah diri hakiki Nabi kita SAW. HU tajalinya bernama HUWA JIBUL WUJUD (namanya ALLAH). Jadi.. HU dan HUWA Sebenar-benarnya NUR MUHAMMAD SAW jua pelakunya “ASYHADU ANNI AHMAD AINUL HAQ” Itulah yang bernama RAHASIA DIRI, RABBANI namanya. Berdiri Sholat jua pun tiada yang lain “USHALI HAQQI MUHAMMADIN ALLAHU AKBAR” “ASYHADU ALLA ILAHA ILLALLAHU MUHAMMADURRASULULLAH” Dalam satu nafas, tarik .. tahan 1 detik.. Inilah Syahadat yang di pakai oleh Ahli Bai’at

Nur ala nur

Ilmu Hakekat Insan ‎.HILANGKAN bunyi detik dengan peleburan yang sempurna, Hilangkan, lenyapkan semuanya, 12 hijab dalam 12 bulan, Berjumlah 360 hari dalam setahun, Menjadi 360 berhala di dalam diri, Dengan turun naik nafasmu leburkan semuanya, AHDIAYAH Tidak ada tetapi ujud Itulah Nur Habibi sebutan bagi Dzat Allah Ta’ala Itullah ujud nyata Natijah Muhammad DZATUL BUHTI Bernama IA ALLAH. turun naik nafas HU ALLAH LA TA’YIN Naik turunnya AHMAD AMINULLAH WAHDAH Ada tetapi belum berupa, NUR MUBSIRAH ALLAH Wujud kita rahasia Muhammad Sani Dzatiyah Muhammad “ASYHADU ANNI AHMAD AINUL HAQ” Leburkan.., mesrakan.., TA’YIN AWAL ALLAH HU WAHDIYAH Sudah ada nyata. Nur Muhammad berdiri sendiri ujudnya, . ALLAH… U….. AKBAR ALIF Alifullah itu adalah Dzat Allah atau Nur atau Huwa yaitu DIRI ALLAH tiada lain DIRI AHMAD jua, sebenar-benarnya Nur Muhammad SAW, karena Muhammad itulah yang bernama Allah. KAF Nyawa yang berhubungan dengan jantung di dalam fuad yang hidup, itulah yang sholat jatim hingga ada DA’IM, bicaralah sebagaimana mestinya. BA Af’al Allah adalah kelakuan Muhammad SAW, karena kenyataan Allah di perlihatkan kepada nabi Muhammad SAW, yaitu NURUN ALA NURIN. RA Maka hendaknya diri yang nyata ini dapat melakukan suatu perintah yang di sebabkan dari rahasia perintah yang berasal dari Ruh Idhafi yang memerintah nyawa, lalu nyawa memerintah diri, hingga berlakulah yang sebenar-benar diri yang HAQ namanya, tiada huruf tiada suara, karena bersumber dari Nur Muhammad SAW. Itulah pemakaian yang syah anatara turun naik, seperti firmanNya : “QOD JAA AKUMUL HAQ MIRRABBIKUM” Sesungguhnya yang datang kepadamu adalah HAQ dari pada Tuhanmu Itulah adanya NUR KEPADA NUR Maksudnya : Dari Ujud Idhafi yaitu ujud hakiki kepada kedzahiran wujud Mutlak

Selasa, 22 Juli 2014

~ Huruf Allah ~ Ilmu Hakekat Insan ‎*Hilangkan huruf ALLAH yang bernama JANIBU JANIBUNI*ALIF. “NAFYAL HARFUN ALIFI JA’ALA ASMA’IL INSAN” Hilangkan huruf Alif jadikan Nama Manusia, Fanakan dirimu di dalam Dzat Allah (ini isyarat), Pemakaiannya : Mesrakan nafas turun dan naik. LAM AWAL. “NAFYAL HARFAL LAMIL AWWAL JA’ALA NAFSUL INSANI” Hilangkan huruf Lam Awal jadikan Nafas Manusia, Fanakan Sifatmu di dalam Dzat Allah (ini isyarat), Pemakaiannya : Tahan nafas antara turun dan naik. LAM AKHIR. “NAFYAL HARFAL LAMIL AKHIRI JA’ALA DAMUL INSANI” Hilangkan huruf Lam Akhir jadikan Darah Manusia, Fanakan Nama di dalam Asma Allah yaitu Nur (ini isyarat}, Pemakaianya : Apa yang kita lihat tiada lain hanyalah Nur, lazimi penglihatan, pendengaran, penciuman kepada yang satu. HA. “NAFYAL HARFAL HA’I JA’ALA JASADAL INSANI” Hilangkan huruf Ha jadikan Tubuh Manusia, Fanakan Af’al-mu di dalam Af’al Allah (ini juga isyarat) Pemakaiannya : Gerak dan diam tiada ujud hanya Nur Muhammad SAW

Allah muhammad jahir batin

ALLAH MUHAMMAD Dzahir dan Batin ———————– . NAMA ALLAH PADA TUBUH Kenyataannya ada pada ‘Kalimah jari’ Pertama kelingking huruf Alif Kedua jari manis yaitu huruf Lam awal Ketiga jari tengah yaitu huruf Lam akhir Keempat Telunjuk dan ibu jari yaitu huruf Ha Itulah 4 huruf Allah pada tubuh Diperlukan saat kita memakai Istinja batin “Pandang tangan kita yang kiri huruf Allah untuk men-suci-kan” NAMA ALLAH DALAM DIRI : ALIF = Angin yaitu nafas, yang gaib dan Qadim (Alifullah) yang LAISA LAM AWAL = Air yaitu air liur, sewaktu naik nafas terasa bagi kita liur. LAM AKHIR = Api yaitu darah, saat kita mesrakan lebur darah menjadi Nur. HA = Bumi yaitu hawa dan rasa, tajjalinya Nur Muhammad SAW. Nama nabi kita Muhammad SAW yang di dalam diri atau yang meliputi seluruh tubuh kita adalah sewaktu kita mesrakan. Adapun Nafas bernama yang Hidup (Hayyun = Dzat hayat) Bagi kita nafas itu adalah yang keluar masuk namanya Angin yang hanya dapat di rasa saja. Mim awal = air liur Ha = darah Mim akhir = rasa disitulah Alam Sagir dan Kabir inilah maksudnya kepala memandang kebawah melihat ulu hati (menilik). Dal = huruf bumi berdzahir diri kita jua Itulah Hakekat yang HAQ bertubuh Nur dzahir dan batin. Karena… ISYARAT NYATANYA adalah : Huruf Mim awal = Kepala, dzahir sifat ma’ani bagi kita sifat yang tujuh. Huruf Ha = Tubuh dan kedua tangan kita, itulah isyarat dzahir berdiri sembahyang. Huruf Mim akhir = pinggang kita. Huruf Dal = kaki kta.

Sholat 24 jam

Sholatlah sambil bekerja.. Bekerjalah sambil berdiam.. Berdiam sambil berjalan..Tidurlah tetap berbaring.. Berbaringlah seolah-olah tertidur.. Maka, tidurlah sambil berjaga.. Jagalah terus-menerus.. Sebab Da’imun Sholah tiada berkeputusan.. Hanya ada di dalam rasa.. . Matikan dirimu dahulu sebelum matimu datang.. Matilah pada “LAA ILAHA ILLA HUA” sebelum mati pada “LAA ILAHA ILLA HU” Habiskan… Mesrakan… sebelum tertidur.. Tatkala masuk pujinya sudah HU.. Tatkala keluarpun pujinya sudah ALLAH.. Tiada huruf tiada suara.. Tatkala naik nafas bernama RABBUN. Tatkala Ia bergerak ke kerongkongan ada rasa bernama DZATUL BUHTI. Dan, Tatkala tidur berhenti bernama DZATUL AHDAS, Disitulah tempat menerima perintah, Disitulah tiada yang disembah dan tiada yang menyembah, Jangan lepas pandangan Zuhud (kerinduan) ini, Masuklah sedekat nafas lalu pandang apa jua yang ada.. Inilah yang dinamakan latihan Sholat yang hakiki, Lazimi pemakaian ini..

Perjalanan sholat daim

Ilmu Hakekat Insan ‎.Cara ‘MENGHILANGKAN’ kemudian ‘MENYATAKAN’ adalah dengan mengetahui tentang PERJALANAN SHOLAT DA’IM yaitu : 1. Di dalam sulbi MAUL HAYAT (mesrakan turun nafasmu ke sulbi) 2. Di pohon kalam MADI (nuk) 3. Di pucuk kalam MANI, 4. Ke luar kalam MANIKAM (Jalil Jalallah nama asli bayi) 5. Mulai masuk NUTFAH, 6. Umur 1 bulan RUH NABATI (Jalallah) 7. Umur 3 bulan RUH JASMANI, 8. Umur 5 bulan RUH NAFSANI, 9. Umur 7 bulan RUH ROHANI, (tik.. tik..) 10. Umur 9 bulan RUH IDHAFI (Haq.. Haq.. memuji dirinya RABBUN) 11. Keluar dari rahim, WALADAL INSAN AMINULLAH. 12. Umur 7 hari MUHAMMAD, 13. Umur 40 hari MUHAMMAD IDHAFI, 14. Umur 2 Tahun MUHAMMAD AINAL INSAN, 15. Umur 7 tahun MUHAMMAD SHOLATULLAH, 16. Umur 10 tahun MUHAMMAD SHOLAWATULLAH (detik nafas) 17. Umur 14 tahun MUHAMMAD KAMARULLAH, 18. Umur 25 tahun MUHAMMAD AMINULLAH, 19. Umur 35 tahun MUHAMMAD SHIRATULLAH, 20. Umur 40 tahun MUHAMMAD UZUNULLAH, 21. Umur 41 tahun MUHAMMAD RASULULLAH, 22. Ketika Isra’ Mi’raj ABDULLAH, 23. Ketika di langit MUHAMMAD MUTLAK, 24. Ketika di Mustawan AHMAD, 25. Ketika umur 63 tahun KALAMULLAH, 26. Ketika kembali RAHMATULLAH, 27. Ketika di Mahsar AL HASYIR, 28. Lebur ke hadirat Allah HABBIBULLAH, 29. Nama yang ter-rahasia AHMAD ABUL QASIM, 30. Nama tiada huruf tiada suara HAQ.. HAQ.. (aslinya) Itulah 30 huruf, 30 ayat, 30 juz menjadi AL-QUR’AN dalam dirimu

Rahasia suhudul wahdah fil kasrah

“KUNTU AWALAN NABIYYINA FIL KHALQI WA AKHIRIHUM FIL BATSI” Adalah Aku (AHMAD) yang awal-awal dari pada sekalian Nabi-nabi dan Rasul-rasul semua yang ada di dalam RAHASIA awal-awal keadaan, dan adalah Aku (MUHAMMAD) yang menjadi kesudahan mereka itu di dalam masa ke dzahiran. Aku yang Awal, Aku yang Akhir, Aku yang Dzahir dan Aku yang Batin. Aku yang buka dan aku yang Tutup, Aku yang menghimpun semuanya. Seperti Nafas kepada Ruh, Ruh kepada Nyawa, kemudian Nyawa meliputi seluruh tubuh. Itulah Ahmad kepada Muhammad kepada seluruh Rasul, rupa Muhammad. Yang menjadi fokus perhatian adalah nama kebesaran bagi Insan Muhammad yang ada di Madinah di dalam hal kerasullan. Al-Insan itulah yang telah kembali .. Inilah contoh bagi kita agar mengenal betul-betul junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang bermakam di Madinah. Adapun Ahmad adalah Muhammad terhimpun Rasulullah tetap hidup selama-lamanya.., Itulah yang dinamakan Tasauf yang benar-benar hak adanya. Karena Tasauf adalah Ilmu Rabbani yang menyatakan pandangan SALASIYAH yang melampaui akal dan fikiran yaitu perihal keadaan awal-awal yang telah ada tentang keadaan Allah SWT yang sebenarnya. Sedangkan yang mengatakan Muhadast adalah hukum akal saja, itu hanya paham tasauf pasaran dan tidak boleh diterima. Mengapa.. ? Bila diterima berarti syahadat tidak sempurna, karena tidak mengetahui ujung pangkal siapakah sebenarnya Diri. “ANA ABU ARWAH WA ADAMA ABU BASHAR” Aku bapak sekalain ruh dan Adam bapak sekalian tubuh Semua telah terhimpun di dalam Nur Muhammad SAW yang bernama Nur Kibriya, U.. Muhammad yaitu Nur sifat kebesaran Nya, Rahmat dan berkat Muhammad yang telah Maujud atas seluruh Rasul termasuk Al-Insan yang ada di madinah itu adalah Nur Kibrinya U.. Muhammad yakni Nur (sifat) kebesaran Rahmat dan berkat safaat Nabi besar Muhammad SAW yang telah maujud yang sangat mulia di dalam alam ini. Itulah maksud dari pada paham perkataan ahli Tasauf tentang : “SHUHUDUL KASRAH FIL WAHDAH dan SHUHUDUL WAHDAH FIL KASRAH” Maksudnya : Pandang akan keadaan Al-Insan yang banyak itu terhimpun di dalam satu kesatuan dan tetap memandang hanya satu RAHASIA yang banyak kepada Nur Muhammad SAW yaitu Nur Kibriyah U.. . Dalam pemakaian Ilmu Hakekat Usul Diri : “SHUHUDUL WAHDAH FIL KASRAH” Nafas kita keluar dari kepala keliling, lalu memasukan dan tahan dua detik lalu mesrakan setelah itu di keluarkan nafas pelan-pelan. Itulah pemakaian Rahasia memandang yang banyak “SHUHUDUL WAHDAH FIL WAHDAH” Memandang satu diri yang Satu, Reflex, tunduk kepala tahan nafas sambil melihat dari hulu-hulu sampai seluruh batang tubuh kita. Mesrakanlah baik-baik nafas, lembuut.., keluar nafas tidak ada rasanya, itulah yang disebut oleh Al Arif Billah tentang “AHMAD AMINULLAH AINUL HAQ” Turun Rasulullah SAW…. Simpul tentang itu bertubuh Rohaniah dzahir dan batin adanya. Itulah ilmu tanpa suara tanpa ceritera yang berputar-putar

Penciptaan

~ Tentang Penciptaan ~ Ilmu Hakekat Insan ‎Hadist di riwayatkan oleh Imam Ali Bin Abi Thalib : “QABLA’AN YAHLUKAS SAMAWATI WAL ARDHI, WAL ARSYI, WAL QURSYI, WAL HUJUBI, WAL JANNATI, WAN NARI, WAD DUNIA, WAL AKHIRA, WA ADAMA, WA SISAN, WA NUHAN, WA IBRAHIMA, WA SULAIMANA, WA MUSA, WA ISA, … “ Maksudnya : “Sebelum kejadian Arsyi, Qursyi, hijab 7 lapis Langit dan Bumi, pengertian TURUN NAIK NAFAS kita sudah tersedia berkekalan Surga, Neraka, Dunia dan Akhirat, Nabi Adam AS, Nabi Sis AS, Nabi Nuh AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Sulaiman AS, Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS….” KOSONG. 624.000 tahun masih KOSONG, Allah Ta’ala yaitu kosong (waktu naik nafas keatas) Kosong bernama Ujud (Nur Nabi namanya) Jadi, Nur Rasulullah SAW sudah sedia 624.000 tahun lamanya. Kosong itulah sebenar-benar Laisa, bernama HUWA JIBUL WUJUD, NUR MUHAMMAD SAW, tajjali sendiri, menyipikan sendiri, terangkat sendiri. ESA adanya jua.. . Dari KOSONG menjadi TITIK Itulah kesempurnaan Syahadat adanya denyut (waktu menahan nafas turun) Titik itu bernama NUR SALASIAH (Rahasia Nabi) Yang ter-rahasia lagi ABU KASIM namanya. Inilah adanya 2 nama tapi 1 ujud, tiada lain, NUR.. NUR.. jua Yaitu rahasia TITIK dan KOSONG. . Dari TITIK menjadi ALIF. Terjadinya alam semesta (waktu keluar nafas) Qodrat dan Iradatnya bernama Allah Ta’ala, Yaitu Alif semata-mata ASMA dan AF”AL. Kemudian barulah INSAN ADAM namanya bertubuh Rahim Muhammad SAW, Kemudian NUR MUHAMMAD SAW yang awal-awal memuji dirinya sendiri, Maka, Berlakulah JALAL dan JAMAL .. . Puji Nur Rasulullah SAW, terbagi atas 12 Hijab yaitu : 1.Hijabul Kudus, KEKUASAAN, pujinya “SUBHANA RABBIAL A’LA” 2.Hijabul Akbar, KEBESARAN, pujinya “SUBHANA ALIMISSIRI WA AHFA” 3.Hijabul Minnah, PEMBERIAN, pujinya “SUBHANA RABBIAL ADZIM” 4.Hijabul Rahmah, KASIH SAYANG, pujinya “SUBHANA RAUFFUR RAHIM’ 5.Hijabul Sya’adah, KEBAHAGIAAN, pujinya “SUBHANA MAN HUWA DA’IMUN” 6.Hijabul Karomah, KEMULIAAN, pujinya “SUBHANA ALIMUN HAKIM” 7.Hijabul Manjilah, ANUGERAH, pujinya “SUBHANA ZIL MULKIL A’LA” 8.Hijabul Hidayah, PETUNJUK, pujinya “SUBHANA RABBIAL ARSYIL AZIM” 9.Hijabul Nubuah, KENABIAN, pujinya “SUBHANALLAHI WABIHAMDIHI” 10.Hijabul Rib’ah, KEBERUNTUNGAN, pujinya “SUBHANAL MALIKIL KUDDUS’ 11.Hijabul Ta’ah, KETAATAN, pujinya “SUBHANAL KADMUL AZALI” 12.Hijabul Syafa’at, SYAFAAT, pujinya “SUBHANAL MALIKUL MA’BUD” . Jadi.. Adanya Nur terbagi 12 Hijab dengan puji-pujinya itu tiada lain kesemuanya adalah HU… Diri Rasulullah SAW yang awal-awal atau Rahasia Dzat Wajibul Wujud yang sebenar-benarnya.

Senin, 21 Juli 2014

Iman,Islam dan Ihsan

Iman, Islam Dan Ihsan Pada saat Malaikat Jibril bertanya tentang konsep Iman, Islam dan Ihsan, Rasulullah SAW menjawab :”Bahwa Iman ialah hendaklah Engkau mengimankan Allah, Malaikat Allah, Kitab kitab Allah, para Utusan Allah, Hari Qiyamat, dan mengimankan Taqdir, baik dan buruknya adalah ketentuan Allah. Islam ialah hendaklah engkau bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan yang patut disembah melainkan Allah, dan nabi Muhammad adalah UtusaNYA, mendirikan Shalat, Menunaikan Zakat, berpuasa Ramadhan, dan berangkat Haji bila telah mampu. Sedangkan Ihsan yaitu hendaklah engkau beribadah kepada Allah seperti engkau melihatNYA, apabila tidak bias demikian ,maka sesungguhnya Allah melihat engkau”. Melihat makna Hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari diatas, Iman berarti kepercayaan hati dibarengi dengan membenarkan segala apa yang disampaikan Rasulullah. Islam berarti kepatuhan dan penyeragan lahiriyah dengan mengucapkan kalimat syahadat. Dan Ihsan berarti, kejernihan dan keihlasan hati beribadah karena Allah dengan sungguh sungguh. Antara ketiga kekuatan itu saling kerja sama dan saling membutuhkan dalam mencapai puncak kerelaan Allah. Iman sebagai landasan Islam dan Ihsan, Islam sebagai bentuk manifestasi Iman dan Ihsan, sedangkan Ihsan mengusahakan agar keimanan dan keislaman yang sempurna. Secara lahiriyah orang tidak dapat dikatakan Islam manakala tidak mengucapkan syahadat, ibadah shalat, zakat berpuasa ramadhan, dan menunaikan haji yang merupakan pelaksanaan Ihsan secara lahiriyah, atau kesempurnaan Islam itu sama sekali tidak berarti, jika tidak dilandasi Iman ( Tashdiq ) dan Islam ( membaca syahadat ). Ibadah shalat, zakat, puasa, haji dan lain lain akan menjadi berarti manakala ada Iman dan Islam, karena syarat Ihsan secara lahiriyah harus dengan Iman dan Islam, meskipun sahnya Iman dan Islam itu tidak harus dengan Ihsan. Memang Iman dan Islam itu otonom jika dilihat dari keabsahanya, karena Iman dan Islam sudah merupakan jaminan keselamatan dunia dan ahirat. Iman yang benar dapat menyelamatkan dari keabadian siksa Neraka, sedangkan Islam dapat menjaga hak hidup lahiriyah yang berhubungan dengan agama dan Mu’amalah, Munakahat, Waris mewaris dan lain sebagainya. Tetapi kemungkinan Iman dan Islam itu akan menjadi kering kerontang, bahkan musnah sama sekali dari lubuk hati, manakala tidak mengakui atas segala dosa dosa yang telah dilakukanya, karena suatu dosa lambat laun akan menyeret pelakunya pada kekufuran, jika tidak lekas di taubati. Oleh sebab itu sebagai Mukmin yang baik disamping beriman dan berislam, hendaklah melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan Allah SWT, secara sadar, agar memperoleh Ihsan yang sebenarnya. Ushuliddin, Fiqih Dan Tashawuf Itulah sebabnya, Ulama’-ulama’ pakar Alussunah menerangkan bahwa Iman, Islam dan Ihsan itu terdapat tiga pandangan, Uhuliddin, Fiqih Dan Tashowuf. Dari ketiga itu kemudian muncul istilah Ushulul Fiqh, Fiqhul Ushul, Ushulul Ushul, Tasawuful Ushul, Ushulut Tasawuf, Fiqhut Tasawuf, dan sebagainya. 1. Menurut ilmu Ushuliddin, Iman ialah kepercayaan membenarkan dalam hati kepada segala apa yang disampaikan Rosululloh, berupa hukum perintah, larangan, berita dan janji yang termaktub dalam Al Qur’an dan Al Hadits Shohih. Terwujudnya iman dalam hati itu sudah barang tentu tidak mengabaikan syarat dan rukun-rukun yang menjadikan sebab kebenaran iman itu dengan menjaga dari segala keyakinan yang merusak iman. Menurut ilmu Ushuliddin Islam ialah kepatuhan penyerahan mengucapkan dua kalimah Syahadad serta mengetahui, mengimani dan membenarkan makna dua kalinah Syahadad. Yakni bahwa tiada Tuhan yang patut disenbah kecuali Alloh dan Nabi Muhammad itu utusan Alloh. 2. Menurut ilmu Fiqih, Iman ialah kepercayaan membenarkan dalam hatikepada segala apa yang dating dari Rosulullohsebagai landasan amal ibadah kepada Alloh, karena amal ibadah yang tidak berlandaskan iman mustahil akan menjadi sah. Sedangkan Islam menurut ilmu Fiqih adalah pekerjaan ibadah seperti Sholat, Zakat, Puasa, Haji dan lain-lain dengan memenuhi syarat dan rukun serta menjaga dari segala hal yang membatalkannya. Jadi Islam sebagai manifestasi iman yang kemudian Islam menjadi syarat keabsahan ibadah dalam fiqih. 3. Menurut ilmu Tasawuf, iman merupakan landasan pokok diterimanya ibadahkemudian Alloh memberikan pahala dengan ibadah yang dikerjakan. Dan Islam menurut Tasawuf ialah ibadah yang benar itu dapat lantaran tercapainya Ihsan yang menyebabkan ibadah tersebut memperoleh pahala. Dalam kata lain, Ihsan dapat dicapai kalau memang amal ibadah (Islam) nya itu benar dan tentunya berdasarkan iman yang benar juga. 4. Dan Ihsan menurut ilmu Fiqih ialah perilaku ibadah secara lahir. Orang beribadah secara lahiriyah bias dikatakan Ihsan (kebagusan). Namun ilmu Tasawuf menggariskan ibadah Ihsan itu ialah iabadah yang disertai dengan adab dan sopan santun menurut agama. Adab atau sopan santun didalam ibadah ialah melaksanakan sifat-sifat yang terpuji (mahmudah) dan menjauhi sifat-sifat tercela (mazmumah) sifat-sifat terpuji dalam ibadah ialah adanya perilaku suhud, qona’ah, sabar, tawakkal, mujahadah, ridlo, syukur dan ihlas, khouf, mahabbah, ma;rifat kemudian khusu’. Adapun sifat-sifat tercela dalam ibadah ialah, hubbuddunia, thama’, ithbaul hawa (mengikuti hawa nafsu) ‘ujub, riya, takabbur, hasud, dan sum’ah kemudian tidak khusu’. Walhasil bahwa sesungguhnya Iman itu berarti Aqidah, Islam berarti Syari’ah dan Ihsan berarti Ahlaqul karimah. Bab iman masuk kedalam Ushuliddin, Islam masuk kedalam Fiqih dan Ihsan masuk kedalam bab Tasawuf. Ketiganya ; Iman, Islam dan Ihsan dalam pengamalan adalah satu kesatuan yang dirumuskan menjadi tiga perkara : Syari’ah, Thoriqoh, Haqiqoh kemudian menghasilkan Ma’rifatulloh (berfikir tentang ciptaan Alloh) Syari’at, Thoriqot, Haqiqot adalah dari tiga kesatuan terpenting, uaitu Iman, Islam, dan Ihsan, kemudian Ulama’ Ahlussunah merumuskan menjadi tiga perkara, ketiganya itu merupakan kesatuan yang tidak bias dipisahkan, yaitu Syari’at, Thariqat, dan Hakikat. Ketiganya selalu berhubungan dengan masalah Ibadah dan Mu’amalah, berikut gambaranya : 1. Syari’at Ibadah. Syari’at orang yang beribadah ialah melengkapi segala syarat dan rukunya, melakukan kewajiban dan meninggalkan maksiat, yakni didalamnya mencakup Iman dan Islam, karena syarat sah dan syarat wajib dalam ibadah haruslah berlandaskan Iman dan Islam. Syari’at Mu’amalah adalah, pertatian dan perdagangan hendaknya mentaati segala undang undang agama yang bersumber dari Alqur’an dan Sunnah Rasul yang telah dirumuskan sedemikian rupa oleh para Ulama’ Mujtahid dalam ilmu Fiqih. 2. Thariqat ibadah. Thariqat orang beribadah ialah bertujuan karena Allah semata, tidak karena yang lain. Sebab hanya Allah lah yang dapat menerima atau menolak segala amal ibadah manusia. Dan Thariqat Mu’amalah ialah hasil keuntungan dari pertanian dan perdaganganya, dimanfaatkan untuk mencari Ridla Allah semata, walaupun dari hasil yang mubah, akan tetapi jika di niati untuk berbakti kepada Allah, semisal untuk menafkahi keluarga, biaya pendidikan, dan beramal kebaikan yang lain, niscaya tidak akan sia sia. 3. Hakikat Ibadah. Hakukat prang beribadah ialah, memandang bahwa kemampuan dirinya dan tersedianya segala sarana yang melengkapi ibadahnya itu secara hakikatnya dari kemurahan Allah. Tanpa kekuasaan dan kehendak Allah, tidak mungkin manusi dapat melakukan Ibadah. Sedangkan Hakikat Mu’amalah yaitu memandang bahwa keberhasilan dalam Usaha pertanian ataupun perdaganganya adalah atas Inayah dan AnugerahNYA semata. Manusia tidak ada hak wewenang memastikan keberhasilan sesuatu yang dikerjakan, dan tidak berhak pula mengakui keberhasilanya disebabkan karena usahanya belaka. Ibadah dan Mu’amalah, lewat tiga rumusan diatas akan melahirkan Ma’rifatullah. Demikian K.H. Ahmad Rifai menyatakan dalam Tahyirah Muhtashar, Abyanal Hawa’ij, Ashnal MIqashad, dan Ri’ayatul Himmah.